
Kairo – Teka-teki mengenai penyebab kematian Firaun Tutankhamun akhirnya terjawab setelah penelitian mendalam oleh tim ilmuwan dari Pusat Penelitian Nasional Mesir dan Universitas Kairo. Tim ini bekerja sama dengan dua ahli DNA dari Jerman untuk menganalisis sampel DNA dari beberapa mumi kerajaan, termasuk mumi Tutankhamun sendiri.
Dalam temuannya, tim peneliti mengungkapkan bahwa firaun legendaris ini meninggal dunia pada usia 18 tahun akibat kombinasi malaria dan masalah kesehatan yang berhubungan dengan praktik pernikahan dalam keluarga kerajaan. Salah satu penyebab utama yang ditemukan adalah adanya pernikahan antar saudara kandung, yang umum terjadi di kalangan bangsawan Mesir kuno. Praktik ini, meskipun bertujuan untuk menjaga kemurnian garis keturunan, diketahui dapat melemahkan daya tahan kesehatan.
Para ahli mempertegas bahwa analisis DNA menunjukkan bahwa orang tua Tutankhamun adalah saudara kandung atau setidaknya kerabat dekat. Hal ini menjelaskan beberapa masalah genetis yang mungkin dialaminya. Menurut penelitian, kondisi kesehatan yang buruk, yang diperburuk oleh infeksi malaria, mempengaruhi kehidupan firaun muda tersebut.
Penemuan ini tidak hanya mengungkap penyebab kematian Tutankhamun, tetapi juga memberikan gambaran yang lebih luas tentang praktik sosial dan kesehatan masyarakat pada zaman Mesir kuno. Pernikahan antar kerabat dekat merupakan hal yang lumrah dilakukan untuk mempertahankan kekuasaan dan kekayaan, meski dengan risiko kesehatan yang tinggi bagi generasi penerus.
Firaun Tutankhamun terkenal dengan makamnya yang mewah yang ditemukan oleh arkeolog Inggris, Howard Carter, pada tahun 1922. Makam tersebut adalah salah satu penemuan arkeologis terbesar di dunia dan mengungkapkan banyak aspek terkait kehidupan dan kematian firaun tersebut. Meskipun memerintah hanya selama sembilan tahun, namanya tetap terukir dalam sejarah sebagai salah satu figur paling ikonik di Mesir kuno.
Hasil penelitian ini baru saja dipublikasikan dan mendapatkan respons positif dari komunitas ilmiah serta penggemar sejarah Mesir. Banyak yang menghargai pemahaman baru ini tentang dampak dari praktik pernikahan dalam keluarga bangsawan dan bagaimana hal itu mempengaruhi kesehatan mereka.
Untuk lebih menggambarkan dampak kesehatan seiring dengan praktik sosial pada zaman tersebut, peneliti mencatat bahwa banyak firaun dan anggota kerajaan mengalami berbagai masalah kesehatan yang berakar dari praktik pernikahan antar kerabat dekat. Data dari penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa kondisi ini berdampak pada kelahiran anak-anak dengan cacat genetik dan berbagai gangguan kesehatan lainnya. Dengan penemuan baru ini, para ahli berharap dapat lebih memahami bagaimana sosial dan genetika berinteraksi dalam sejarah kuno.
Penelitian lebih lanjut masih dibutuhkan untuk mengeksplorasi sepenuhnya pengaruh dari genetika dan faktor lingkungan pada kesehatan masyarakat Mesir kuno. Namun, temuan ini sudah memberikan wawasan berharga mengenai tantangan yang dihadapi Firaun Tutankhamun dan bagaimana hal tersebut mencerminkan praktik sosial pada masa itu. Kematian firaun ini menjadi cerminan dari kondisi yang lebih luas di masyarakat, di mana pemahaman tentang kesehatan dan pernikahan sangat penting untuk dikaji dalam konteks sejarah. Penemuan ini menjadi bagian penting dalam menggali lebih dalam fragmen-fragmen kejayaan dan tantangan yang dihadapi oleh peradaban Mesir kuno.