Bisnis

Tenaga Ahli ESDM: Indonesia Harus Segera Beralih ke Energi EBT!

Tenaga Ahli Menteri Energi Sumber Daya Mineral (ESDM), Satya Hangga Yudha, menegaskan bahwa Indonesia berada pada jalur yang tepat untuk beralih dari ketergantungan energi fosil ke energi baru terbarukan (EBT). Dalam pernyataan yang disampaikan pada Selasa (28/1/2025) di Gedung DPR-RI, Hangga menjelaskan bahwa transisi energi yang berkelanjutan merupakan langkah penting untuk mencapai target-target pengurangan emisi karbon yang telah ditetapkan oleh pemerintah.

Hangga optimis bahwa Indonesia mampu memenuhi komitmen dalam perjanjian Paris dan mencapai net zero emissions (NZE) pada tahun 2060. "Transisi energi harus bertahap. Kita akan beralih ke EBT, tetapi hingga saat ini batu bara masih menjadi sumber energi yang kompetitif dan murah," ujar Hangga. Oleh karena itu, dia menekankan pentingnya strategi co-firing dengan biomassa di pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) batu bara, serta penerapan teknologi Carbon Capture and Storage (CCS) dan Carbon Capture, Utilization and Storage (CCUS) di masa mendatang.

Dalam rencana jangka panjang, Hangga memperkirakan bahwa lebih dari 100 GW kapasitas energi akan dibangun hingga tahun 2040. Dari jumlah tersebut, 75% akan berasal dari energi terbarukan, sementara 5 GW dari nuklir dan 20 GW dari gas. Dia menekankan bahwa pengembangan energi baru terbarukan ini sejalan dengan amanah dari Visi dan Misi Presiden dan Wakil Presiden RI mengenai swasembada energi dan hilirisasi.

Berikut adalah beberapa langkah kunci yang akan diambil dalam transisi energi Indonesia:

  1. Pengurangan Ketergantungan pada Energi Fosil: Menurut Hangga, pengurangan ketergantungan pada bahan bakar fosil sudah menjadi prioritas pemerintah. "Indonesia harus bisa beralih dari bahan bakar fosil ke EBT untuk mencapai Paris Agreement tahun 2030 dan juga NZE di tahun 2060," katanya.

  2. Implementasi Kebijakan Energi yang Terarah: Hangga menegaskan perlunya kebijakan yang jelas, seperti Keputusan Menteri tentang penggunaan biodiesel dengan campuran B40 sebagai langkah awal, yang diharapkan akan meningkat ke B50 dan seterusnya hingga B100.

  3. Pengembangan Infrastruktur untuk EBT: Indonesia akan mengembangkan infrastruktur pendukung untuk memudahkan penggunaan EBT dalam skala besar. Hangga menyoroti pentingnya peran sektor swasta dalam investasi energi terbarukan, serta hilirisasi yang dapat memicu pertumbuhan ekonomi dan penciptaan lapangan kerja.

  4. Kolaborasi dengan Generasi Muda: Hangga juga menekankan peran generasi muda dalam transisi energi ini. Dia percaya bahwa generasi milenial dan Gen Z memiliki potensi besar untuk menjadi agen perubahan dalam kebijakan energi. "Mereka akan menjadi pemangku kebijakan di masa depan, namun disiplin adalah kunci sukses mereka," tambahnya.

  5. Tata Kelola yang Efektif untuk Sektor Migas: Dalam hal tata kelola energi, Hangga menyebutkan pentingnya memiliki perusahaan yang dipercaya dalam menjamin transportasi energi terbarukan dan biodiesel. Program subsidinya harus tepat sasaran agar tepat guna.

Dalam konteks transisi ini, Hangga mengingatkan pentingnya persiapan untuk memensiunkan PLTU. Dia menekankan perlunya mencari sumber energi alternatif yang dapat diandalkan sebagai "base load," yang sekaligus terjangkau bagi masyarakat. "Sumber energi yang murah dan mudah diakses harus segera ditemukan, baik itu melalui co-firing dengan biomassa, gas, maupun EBT," jelasnya.

Tindakan-tindakan yang dipaparkan Hangga menunjukkan langkah nyata pemerintah dalam mengarungi tantangan transisi energi di Indonesia. Ia optimis bahwa dengan komitmen kolaboratif dari berbagai sektor dan dukungan generasi muda, Indonesia dapat berhasil dalam misi besar ini menuju energi yang lebih bersih dan berkelanjutan.

Rina Lestari adalah seorang penulis di situs Media Massa Podme. Podme.id adalah portal berita informasi dan aplikasi podcast gaya hidup dan hiburan terdepan di Indonesia.

Berita Terkait

Back to top button