
Tenggat waktu penjualan TikTok di Amerika Serikat semakin mendekat, dengan deadline akhir yang ditetapkan pada 5 April 2025. Sebagai salah satu platform social commerce yang populer, TikTok kini berada di bawah tekanan untuk menemukan pembeli potensial di luar China. Perpanjangan tenggat ini diberikan oleh mantan Presiden Donald Trump, setelah sebelumnya ditetapkan pada 19 Januari 2025.
Menurut undang-undang yang ditandatangani oleh Presiden Joe Biden pada April 2024, ByteDance, perusahaan induk TikTok, memiliki waktu hingga 19 Januari 2025 untuk menjual sebagian sahamnya kepada perusahaan yang berkantor pusat di luar China. Jika gagal memenuhi syarat ini, TikTok dapat menghadapi larangan beroperasi di AS. Merespons aturan tersebut, beberapa perusahaan AS seperti Walmart, Oracle, dan Microsoft kini menjadi sorotan sebagai calon pembeli.
Berita terbaru menunjukkan bahwa wakil presiden JD Vance optimis mengenai kesepakatan yang dapat menjaga operasi TikTok di AS. Pada pernyataannya, Vance menekankan harapannya bahwa kesepakatan akan tercapai sebelum tenggat waktu pada 5 April. Ia juga menyebutkan bahwa Trump memintanya untuk memperantarai negosiasi dengan perusahaan swasta. Vance bersama penasihat keamanan nasional, Michael Waltz, sedang berupaya menjajaki berbagai opsi yang mungkin bagi TikTok.
Dalam pencarian koalisi tersebut, Oracle muncul sebagai kandidat utama untuk berperan sebagai mitra teknologi cloud dalam pengelolaan TikTok di AS. Laporan dari TechCrunch mengindikasikan bahwa ByteDance lebih memilih Oracle dibandingkan penyedia cloud lainnya untuk menangani data pengguna TikTok. Sejak 2022, TikTok telah menggunakan server milik Oracle untuk menyimpan data penggunanya, menjadikan preferensi ini semakin kuat.
Selain itu, terdapat keterlibatan aktif ByteDance yang tetap ingin mempertahankan perannya dalam operasi TikTok, dengan Oracle berfungsi sebagai mitra pendukung di AS. Hal ini menunjukkan pendekatan strategis ByteDance dalam usaha mempertahankan kendali terhadap platform yang mereka dirikan, meskipun harus menjual sebagian sahamnya.
Dukungan terhadap Oracle kian berlipat ganda, terutama setelah Donald Trump menunjukkan minatnya dalam peran perusahaan ini dalam proses kesepakatan. Meskipun demikian, Oracle belum memberikan komentar resmi terkait laporan tentang perannya dalam proses penjualan ini. Situasi ini menunjukkan ketidakpastian yang menyelimuti kelanjutan TikTok di AS dan potensi dampak pada miliaran pengguna platform tersebut.
Dari perspektif bisnis, tantangan yang dihadapi TikTok adalah lebih dari sekadar menjual sahamnya. Selain memenuhi syarat hukum yang ketat, TikTok juga harus menemukan mitra yang tidak hanya memenuhi kriteria geografis, tetapi juga memiliki kepercayaan dari pengguna dan regulator di AS. Dalam hal ini, faktor keamanan data menjadi fokus utama.
Beberapa poin kunci dalam perkembangan situasi ini meliputi:
- Tenggat Waktu: 5 April 2025, adalah tanggal akhir bagi TikTok untuk menemukan pembeli yang memenuhi syarat.
- Calon Pembeli: Walmart, Oracle, dan Microsoft merupakan perusahaan yang sedang mengeksplorasi kemungkinan akuisisi.
- Keamanan Data: Oracle telah mengelola data TikTok sejak 2022, yang memperkuat posisinya dalam negosiasi ini.
- Permintaan Dukungan: JD Vance dan timnya berusaha menegosiasikan sebuah kesepakatan yang dapat memungkinkan TikTok terus beroperasi di AS.
- Kontroversi Dan Ketidakpastian: Meskipun ada dukungan untuk Oracle, tantangan tetap ada terkait keamanan dan privasi pengguna yang menjadi perhatian utama regulator.
Dengan segmentasi pasar yang luas dan basis pengguna yang solid di AS, masa depan TikTok masih menjadi pertanyaan besar. Apakah kesepakatan yang diharapkan dapat membawa solusi atau justru menambah kompleksitas situasi yang tengah berlangsung? Sementara waktu terus berjalan, semua mata tertuju pada perkembangan berikutnya terkait penjualan TikTok di Amerika Serikat.