
Peristiwa Nabi Musa yang membelah Laut Merah adalah salah satu mukjizat yang paling terkenal dalam tradisi agama, khususnya bagi umat Kristen dan Yahudi. Kisah ini menggambarkan bagaimana Musa memimpin bangsa Israel melarikan diri dari Firaun Mesir dengan memerintahkan perairan Laut Merah untuk terbelah, memberikan jalan bagi mereka. Namun, sebuah penelitian terbaru dari National Center for Atmospheric Research mengungkapkan bahwa peristiwa ini mungkin tidak semata-mata merupakan intervensi ilahi, melainkan dapat dijelaskan dengan fenomena ilmiah yang wajar.
Menurut peneliti, peristiwa pembelahan laut ini dapat terjadi jika ada angin kencang yang bertiup dengan kecepatan lebih dari 60 mil per jam pada sudut yang tepat. Angin ini mampu menggerakkan air laut, sementara dasar laut yang terendam akan terekspos. Saat angin mereda, air laut akan kembali ke posisinya dengan kekuatan yang cukup besar, mirip dengan gelombang tsunami, dan dapat menenggelamkan siapa pun yang masih berada di belakangnya.
Carl Drews, seorang ahli oseanografi yang terlibat dalam penelitian ini, menjelaskan bahwa mukjizat kepercayaan yang ada tidak terlepas dari komponen alami yang terjadi. "Penyeberangan Laut Merah adalah fenomena supernatural yang mencakup komponen alami — mukjizatnya terletak pada waktu yang tepat," ungkapnya. Penelitian ini juga menunjukkan adanya potensi lokasi lainnya, di luar Teluk Aqaba, yaitu Danau Tannis di Delta Nil, yang kemungkinan lebih sesuai dengan deskripsi Alkitab.
Berikut beberapa poin kunci mengenai penjelasan ilmiah di balik mukjizat Nabi Musa:
- Angin Kencang: Angin bertiup dengan kecepatan lebih dari 60 mil per jam dapat membuka jalan di dasar laut.
- Fenomena Alam: Pembelahan laut diperlihatkan sebagai kejadian yang bisa dijelaskan secara ilmiah, hanya ketika kondisi alami tertentu terpenuhi.
- Lokasi Alternatif: Meskipun kisah klasik menyebutkan Laut Merah, beberapa peneliti mencurigai Danau Tannis di Delta Nil sebagai lokasi yang lebih akurat.
- Mekanisme Hidrolik: Struktur unik dari Danau Tannis memberikan mekanisme hidrolik yang dapat memfasilitasi pembelahan air.
Namun, meski ada teori-teori ini, masih ada tantangan dalam mendukung atau membantah klaim dalam teks-teks suci. Misalnya, penelitian menunjukkan bahwa tidak ada angin sekuat mungkin dapat membantu penyeberangan yang aman di Teluk Aqaba, yang justru diketahui memiliki kedalaman yang sangat dalam dibandingkan lokasi lainnya.
Dalam konteks agama, baik dalam Islam maupun Kristen, peristiwa ini mencerminkan kekuasaan Tuhan. Di dalam Al-Qur’an, kisah ini juga diceritakan, khususnya pada Surah Asy-Syu’ara. Ayat 63 menegaskan kekuasaan Allah yang mutlak ketika Musa diperingatkan untuk memukul laut dengan tongkatnya, dan laut pun terbelah layaknya gunung. Dari perspektif Islam, mukjizat ini tidak hanya merupakan suatu kejadian fisik, tetapi juga merupakan tanda dari Allah yang melampaui hukum alam.
Dalam pandangan ilmiah dan teologis, kisah mengenai Nabi Musa dan Laut Merah berhasil menarik perhatian banyak orang dari berbagai latar belakang. Meskipun usaha untuk menjelaskan mukjizat melalui sains menunjukkan seekor kemajuan luar biasa dalam memahami fenomena alam, banyak umat beragama tetap memandang peristiwa tersebut sebagai bukti nyata dari kekuasaan Tuhan, yang tidak selamanya bisa dimengerti dengan akal manusia.
Dengan demikian, terlepas dari penjelasan ilmiah yang diajukan, kisah ini tetap menjadi sumber inspirasi spiritual dan refleksi tentang kekuatan iman serta keteguhan menghadapi tantangan hidup, baik bagi yang percaya maupun yang tidak. Sejarah dan agama berbaur dalam kajian ini, memberi kita pemahaman yang lebih mendalam tentang peristiwa yang menakjubkan ini.