Thaksin Shinawatra Jadi Dewan Penasihat Andantara, Warganet: Eks Napikor?

Mantan Perdana Menteri Thailand, Thaksin Shinawatra, diangkat menjadi salah satu anggota Dewan Penasihat Dana Anagata Nusantara (Danantara). Pengumuman ini disampaikan oleh CEO Danantara, Rosan Perkasa Roeslani, pada hari Senin, 24 Maret 2025, di Jakarta. Penunjukan Thaksin sebagai salah satu dari lima penasihat di Danantara memicu perdebatan di kalangan warganet, di mana banyak dari mereka meragukan keputusan tersebut.

Keputusan untuk menunjuk Thaksin bukanlah hal yang sepi dari kontroversi. Di media sosial, berbagai reaksi bermunculan dengan nada skeptis. Salah seorang warganet menyoroti status Thaksin yang pernah terjerat masalah korupsi dengan komentar: "Thaksin Shinawatra? Ex Napikor dijadiin penasihat? Are you high @Prabowo?" Komentar tersebut mencerminkan kepanikan dan skeptisisme masyarakat terkait penunjukan mantan pemimpin yang memiliki catatan kelam dalam sejarah politiknya.

Tidak sedikit dari para warganet yang menyatakan bahwa keputusan ini sangat keliru. Seorang warganet lainnya menuliskan, “Eks koruptor gini kok jadi dewan penasihat, ada yang dukung dan bilang ok2 aka mah gob*** aja.” Ungkapan ini menunjukkan kekecewaan dan kritik tajam terhadap keputusan yang dianggap tidak mencerminkan integritas dan etika.

Alasan di balik ketidakpuasan ini tidak lepas dari latar belakang Thaksin sendiri. Selama menjabat sebagai Perdana Menteri, Thaksin terlibat dalam berbagai kontroversi, termasuk dugaan konflik kepentingan dan tindakan korupsi. Ia digulingkan pada September 2006 dalam sebuah kudeta militer, setelah aksi demonstrasi besar-besaran oleh Aliansi Rakyat untuk Demokrasi (PAD) menuntut pengunduran dirinya.

Setahun setelah kudeta, Thaksin diadili oleh Mahkamah Agung Thailand dan dinyatakan bersalah dalam kasus konflik kepentingan. Menghadapi hukuman penjara, ia memutuskan untuk mengasingkan diri di luar negeri, terutama di Dubai dan London. Setelah 15 tahun lebih menjalani pengasingan, Thaksin kembali ke Thailand dan menjalani hukuman penjara selama dua tahun. Pengalamannya yang panjang ini membuat banyak orang mempertanyakan kapasitasnya sebagai penasihat yang dapat dipercaya dalam posisi penting di Danantara.

Rosan Perkasa Roeslani menjelaskan bahwa penunjukan Thaksin sebagai penasihat diharapkan dapat memberikan wawasan berharga dan pengalaman yang bisa mendukung pengembangan Danantara. Namun, ringin negatif yang membayangi nama Thaksin pastinya tidak dapat diabaikan begitu saja. Terlebih lagi, kekhawatiran akan adanya potensi konflik kepentingan tetap menghantui masyarakat, yang mengharapkan lembaga seperti Danantara memiliki kepemimpinan yang bersih dan transparan.

Sebagai lembaga yang bergerak di bidang investasi dan pembangunan, Danantara memiliki tanggung jawab besar untuk menjaga reputasi dan kredibilitasnya. Kehadiran Thaksin, dengan semua latar belakang dan kontroversi yang menyertainya, semakin menambah kompleksitas situasi. Banyak orang menilai bahwa penunjukan ini justru berisiko menciptakan citra negatif bagi Danantara di masa akan datang.

Meskipun demikian, Thaksin dan para pendukungnya berargumen bahwa pengalaman politik dan bisnisnya akan sangat berharga bagi organisasi tersebut. Sebagian peneliti menganggap bahwa pengalamannya dalam menjalankan pemerintahan dan memahami iklim bisnis di Asia Tenggara bisa memberikan sudut pandang unik yang penting untuk perkembangan Danantara ke depan.

Dengan demikian, penunjukan Thaksin Shinawatra ini mencerminkan perpecahan di tengah masyarakat. Sementara beberapa melihatnya sebagai langkah berharga dalam menyusun strategi investasi, yang lain malah beranggapan bahwa ini adalah keputusan yang meragukan, terutama mengingat latar belakangnya yang penuh kontroversi. Terlepas dari pro dan kontra, langkah selanjutnya Danantara dalam menggali potensi Thaksin akan terus menjadi sorotan publik, dan warganet akan tetap mengawasi dengan seksama perkembangan ini.

Berita Terkait

Back to top button