
TikTok, platform media sosial yang sedang naik daun, mengumumkan rencana investasi yang ambisius dengan membangun pusat data di Thailand senilai US$ 8,8 miliar atau sekitar Rp 146 triliun. Meskipun Indonesia dikenal sebagai pasar terbesar kedua bagi TikTok, keputusan ini mengangkat banyak pertanyaan tentang strategi ekspansi perusahaan asal Tiongkok ini di Asia Tenggara.
Wakil Presiden Kebijakan Publik TikTok, Helena Lersch, mengumumkan investasi tersebut dalam sebuah acara di Bangkok. Investasi ini akan dilakukan selama lima tahun ke depan, sesuai dengan rencana yang telah disetujui oleh Dewan Investasi Thailand. Sebelumnya, pada bulan Februari, TikTok juga telah mengumumkan investasi sebesar US$ 3,8 miliar atau Rp 63 triliun. Namun, rincian apakah investasi terbaru ini merupakan tambahan dari jumlah sebelumnya atau terpisah masih belum jelas.
Menurut data dari Tabcut.com, Thailand sendiri merupakan pasar terbesar ketiga untuk TikTok berdasarkan nilai transaksi bruto (Gross Merchandise Value/GMV) TikTok Shop, yang diperkirakan mencapai US$ 32,6 miliar atau Rp 533,6 triliun tahun lalu. Rincian kontribusi GMV TikTok Shop dari beberapa negara di Asia Tenggara menunjukkan pertumbuhan yang signifikan. Berikut adalah data singkatnya:
- Amerika Serikat: US$ 9 miliar (Rp 147,33 triliun) – tumbuh 650% yoy
- Indonesia: US$ 6,198 miliar (Rp 101,461 triliun) – tumbuh 39% yoy
- Thailand: US$ 5,743 miliar (Rp 94,013 triliun) – tumbuh 101% yoy
- Vietnam: US$ 4,454 miliar (Rp 72,912 triliun) – tumbuh 157% yoy
- Filipina: US$ 3,12 miliar (Rp 51,074 triliun) – tumbuh 116% yoy
- Malaysia: US$ 2,724 miliar (Rp 44,592 triliun) – tumbuh 104% yoy
- Inggris: US$ 1,548 miliar (Rp 25,341 triliun) – tumbuh 136% yoy
- Singapura: US$ 391 juta (Rp 6,401 triliun) – tumbuh 403% yoy
Meskipun Indonesia mengalami pertumbuhan yang solid dan memiliki nilai transaksional yang tinggi, investasi TikTok di negara tersebut tampaknya lebih kecil dibandingkan dengan Malaysia dan Thailand. Untuk konteks, ByteDance, perusahaan induk TikTok, sebelumnya juga telah mengumumkan pembangunan pusat data di Malaysia senilai US$ 2,1 miliar atau sekitar Rp 34,4 triliun yang dijadwalkan mulai beroperasi pada Juni 2024.
Tidak hanya itu, ByteDance juga berencana menginvestasikan 126,8 miliar baht atau sekitar Rp 60 triliun di Thailand untuk layanan data hosting, yang dijadwalkan akan beroperasi pada tahun 2026. Investasi ini akan dilakukan melalui unit bisnis yang berbasis di Singapura untuk mendukung operasional afiliasi TikTok.
Rencana ekspansi TikTok di Thailand ini merupakan bagian dari proyek investasi baru total US$ 5 miliar yang telah disetujui oleh pemerintah setempat. Hal ini menunjukkan ketertarikan yang tinggi dari TikTok terhadap pasar Thailand, meski Indonesia tetap sebagai lokasi yang strategis bagi mereka.
Sementara di Indonesia, salah satu langkah besar yang diambil oleh ByteDance adalah mengeluarkan investasi sebesar US$ 1,5 miliar atau sekitar Rp 23 triliun untuk membeli 75,01% saham Tokopedia dari GoTo Gojek Tokopedia. Langkah ini memperlihatkan bahwa meskipun investasi di infrastruktur data di Indonesia mungkin tidak sebesar di Thailand, perusahaan tetap mencari cara untuk memperkuat posisinya di pasar yang kaya potensi ini.
Dengan pengumuman ini, perhatian dunia kini tertuju kepada TikTok, yang sedang merambah ke dalam pembangunan infrastruktur yang lebih kuat untuk mendukung layanan mereka di Asia Tenggara. Momen ini menandai era baru dalam persaingan teknologi di wilayah tersebut, di mana setiap negara berusaha menarik perhatian raksasa teknologi dunia untuk berinvestasi dan mengembangkan operasi mereka.