
Lebih dari 1.000 orang dilaporkan tewas dan sekitar 2.300 lainnya terluka setelah gempa bermagnitudo 7,7 mengguncang Myanmar bagian tengah pada Jumat, 28 Maret 2025. Laporan resmi yang dirilis oleh media pemerintah setempat pada Sabtu, 29 Maret 2025, menyoroti dampak besar yang diakibatkan oleh bencana alam ini, yang menjadi salah satu yang paling merusak dalam beberapa tahun terakhir di negara tersebut.
Episentrum gempa terletak pada kedalaman 10 kilometer dari permukaan tanah, tepatnya berada di dekat kota Mandalay, yang merupakan kota kedua terbesar di Myanmar. Getaran hebat terasa tidak hanya di Mandalay, tetapi juga menjangkau sejumlah wilayah di negara jiran, termasuk Thailand dan China. Badan Survei Geologi AS (USGS) memberikan informasi lebih detail tentang lokasi dan kekuatan gempa, menegaskan bahwa ini adalah bencana yang luas dan mengkhawatirkan.
Sejumlah video dan gambar yang beredar di media sosial menunjukkan kerusakan parah pada infrastruktur, termasuk gedung-gedung yang runtuh dan jalan-jalan yang patah. Di Thailand, sekitar 1.000 km dari episentrum gempa, berita melaporkan bahwa delapan orang telah ditemukan tewas, yang semuanya merupakan pekerja konstruksi yang terjebak dalam reruntuhan gedung. Otoritas setempat mencatat bahwa tugas penyelamatan masih berlangsung, dengan 80 orang lainnya yang belum ditemukan.
Kedutaan Besar Jepang di Myanmar juga mengonfirmasi bahwa dua warganya mengalami luka ringan dalam insiden ini. Kejadian ini mengundang perhatian internasional, dengan negara-negara seperti Amerika Serikat dan Rusia menyatakan kesediaan mereka untuk memberikan bantuan. Jenderal Senior Min Aung Hlaing, pemimpin militer Myanmar, mengungkapkan terbukanya negaranya untuk menerima dukungan dari komunitas internasional demi menghadapi bencana yang sangat merusak ini.
Situasi di lapangan saat ini menunjukkan bahwa tim penyelamat dan relawan bekerja keras untuk menemukan dan membantu korban yang masih terjebak di bawah reruntuhan. Banyak warga setempat yang kehilangan tempat tinggal akibat gempa, sehingga kebutuhan akan bantuan mendesak untuk mendukung para pengungsi yang terpaksa meninggalkan rumah mereka.
Dalam konteks solidaritas regional, Presiden Republik Indonesia, Prabowo Subianto, juga menyatakan bahwa Indonesia siap untuk membantu pemulihan di Myanmar dan Thailand. Hal ini menunjukkan bahwa bencana ini tidak hanya berdampak pada Myanmar, tetapi juga menggugah rasa kepedulian negara-negara tetangga.
Berbagai organisasi internasional dan lembaga kemanusiaan kini sedang menyusun rencana respon yang cepat agar bantuan dapat segera disalurkan ke daerah-daerah yang paling parah terkena dampak. Kita perlu berharap agar upaya penyelamatan dan pengurangan risiko bencana dapat segera dilaksanakan dengan efektif dan efisien, sehingga korban dapat tertolong dan kebutuhan dasar bagi mereka yang terdampak dapat segera terpenuhi.
Bencana gempa di Myanmar ini mengingatkan kita akan pentingnya kesiapsiagaan dalam menghadapi kemungkinan bencana alam yang dapat terjadi kapan saja. Pembelajaran dari insiden ini dapat menjadi dasar bagi upaya-upaya mitigasi di masa mendatang, serta memperkuat kerjasama antar negara dan organisasi dalam merespons bencana alam secara kolektif.