Dua pendaki perempuan, Lilie Wijayati Poegiono dan Elsa Laksono, ditemukan meninggal dunia akibat hipotermia saat mendaki Puncak Carstensz di Papua. Insiden tragis ini menyoroti bahaya yang dihadapi para pendaki, terutama dalam kondisi cuaca ekstrem. Hipotermia, yang terjadi ketika tubuh kehilangan panas lebih cepat daripada kemampuannya untuk menghasilkan panas, bisa menjadi ancaman serius bagi siapa pun yang beraktivitas di lingkungan dingin.
Hipotermia dapat dikategorikan ke dalam tiga tipe berdasarkan suhu tubuh: ringan, sedang, dan berat. Ketika suhu tubuh berkisar antara 32-35 derajat Celsius, seseorang mengalami hipotermia ringan, yang ditandai dengan menggigil, pucat, dan napas cepat. Pada tahap yang lebih serius, di mana suhu tubuh berada antara 28-32 derajat Celsius, gejala dapat mencakup penurunan kesadaran, pernapasan yang lambat, dan bahkan inkontinensia urine. Dalam kasus hipotermia berat, ketika suhu tubuh turun di bawah 28 derajat Celsius, kondisi ini dapat mengakibatkan hilangnya respons, kaku otot, hingga henti jantung.
Berbagai penyebab dapat memicu terjadinya hipotermia, di antaranya:
- Cuaca Dingin Ekstrem: Pendaki yang terpapar suhu dingin dalam waktu lama sangat berisiko mengalami hipotermia.
- Pakaian yang Tidak Memadai: Kurangnya perlindungan dari pakaian yang hangat dapat mempercepat kehilangan panas tubuh.
- Lingkungan Berangin: Angin dingin yang menerpa dapat menghisap kehangatan tubuh dengan cepat.
- Kontak dengan Air Dingin: Berendam atau berada di air dingin dapat menjadi penyebab cepat terjadinya hipotermia.
Kelompok yang paling rentan terhadap hipotermia meliputi lansia, anak-anak, penyalahguna alkohol, dan individu dengan gangguan mental. Berbeda dengan sekadar kedinginan, hipotermia yang tidak diatasi dapat berakibat fatal.
Dalam konteks meninggalnya Lilie dan Elsa, informasi dari Palangkaraya.go.id mengungkap bahwa pendaki mungkin kurang mempersiapkan diri menghadapi risiko tersebut. Keberhasilan pendakian tidak hanya bergantung pada kemampuan fisik, tetapi juga pada pemahaman dan mitigasi risiko lingkungan yang dapat membahayakan.
Gejala-gejala hipotermia menjadi penting untuk diketahui, agar tindakan cepat dapat diambil jika seseorang menunjukkan tanda-tanda tersebut. Berikut adalah gejala berdasarkan tingkat keparahannya:
Gejala Hipotermia Ringan (suhu 32-35 derajat Celsius):
- Menggigil dan pucat
- Mati rasa
- Napas cepat
- Mengantuk
- Denyut nadi cepat
Gejala Hipotermia Sedang (suhu 28-32 derajat Celsius):
- Kesadaran menurun
- Napas lambat
- Penurunan tekanan darah
- Berhenti menggigil
Gejala Hipotermia Berat (suhu di bawah 28 derajat Celsius):
- Tidak memberi respons ketika dirangsang
- Kaku otot
- Hilang kesadaran
Komplikasi serius yang dapat muncul akibat hipotermia mencakup gangguan pernapasan, masalah jantung, penurunan tekanan darah, dan gangguan sistem saraf. Dalam kasus paling parah, hipotermia dapat menyebabkan kematian akibat organ tubuh yang berhenti berfungsi.
Melihat peristiwa tragis ini, penting bagi para pendaki untuk selalu waspada dan melakukan persiapan matang sebelum memulai perjalanan, termasuk memahami gejala hipotermia dan cara menanganinya. Penggunaan pakaian berlapis, perbekalan yang memadai, serta pengetahuan tentang rute yang akan dilalui dapat membantu mengurangi risiko. Penyadaran akan bahaya seperti ini menjadi kunci untuk memastikan keselamatan selama beraktivitas di alam terbuka, terutama di wilayah yang berpotensi berisiko tinggi. Kematian Lilie dan Elsa seharusnya menjadi pelajaran berharga bagi semua pendaki dan penggemar alam.