![Tren Kesepian di Singapura: Dampaknya Serius bagi Lansia!](https://podme.id/wp-content/uploads/2025/02/Tren-Kesepian-di-Singapura-Dampaknya-Serius-bagi-Lansia.jpeg)
Di tengah meningkatnya populasi lansia di Singapura, masalah kesepian dan depresi di kalangan kelompok usia ini semakin nyata. Menurut studi yang dilakukan oleh Institut Kesehatan Mental melalui Kesejahteraan Lansia Singapura (WiSE), sekitar 5,5 persen lansia di Singapura mengalami depresi. Meskipun banyak yang mengaitkan depresi dengan kesedihan, gejala yang dialami lansia sering kali tidak terlihat, membuat kondisi ini terlewatkan.
Salah satu contoh nyata adalah seorang wanita lansia yang berusia lebih dari 70 tahun, yang awalnya aktif dan terlibat dengan lingkungan sekitarnya, tiba-tiba menjadi lebih pendiam dan kurang berinteraksi. Ia mengungkapkan kepada para konsultan bahwa perasaannya menjadi lebih buruk seiring berjalannya waktu, dan ia merasa tidak ada yang mengingatnya. "Saya tidak ingin keluar. Saya sudah tua sekarang, tidak bisa berjalan dengan baik, dan semua teman saya sudah pergi," ungkapnya, mengekspresikan rasa putus asa dan kesepian.
Kasus ini tidaklah unik. Banyak lansia yang mengalami gejala yang mirip, seperti kelelahan, kurang konsentrasi, dan gangguan tidur, yang pada umumnya bisa dianggap sebagai bagian dari penuaan alami, namun sebenarnya bisa menjadi tanda adanya depresi yang tidak terdiagnosis. Dalam beberapa kasus, obat-obatan yang dikonsumsi juga dapat memicu gejala depresi, menjadikannya semakin sulit untuk dikenali.
Kesepian, meskipun dialami oleh semua usia, jauh lebih sering terjadi pada lansia. Sebuah studi yang dilakukan oleh Centre for Ageing Research and Education (CARE) di Duke-NUS Medical School menyebutkan bahwa kesepian dapat meningkatkan risiko kematian lansia hingga 7 persen, bahkan jika mempertimbangkan kondisi kesehatan yang ada. Kira-kira 39 persen dari warga Singapura yang berusia 62 tahun ke atas melaporkan bahwa mereka merasa kesepian, menurut survei nasional.
Dampak kesepian pada kesehatan tidak bisa dianggap remeh. Studi menunjukkan bahwa pengaruhnya terhadap risiko kematian sama seriusnya dengan faktor-faktor lain, seperti merokok, penyakit jantung, dan penurunan sistem kekebalan tubuh. Penelitian terbaru bahkan menunjukkan bahwa lansia berusia 60 tahun yang merasa kesepian dapat memiliki harapan hidup tiga hingga lima tahun lebih pendek dibandingkan rekan-rekan yang tidak merasa kesepian. Ancaman ini kian meningkat pada usia 70 dan 80 tahun, di mana mereka yang kesepian cenderung berharap hidup dua hingga empat tahun lebih sedikit.
Menghadapi realitas ini, penting untuk memperhatikan langkah-langkah yang dapat diambil untuk mengurangi kesepian di kalangan lansia. Berikut adalah beberapa cara untuk mengatasi masalah ini:
Meningkatkan Keterlibatan Sosial: Menghadirkan program komunitas dan kegiatan sosial yang dapat membantu lansia berinteraksi secara lebih sering dengan orang lain.
Mendorong Keluarga dan Teman untuk Menghubungi: Mendorong anggota keluarga dan teman untuk rutin berkunjung atau berkomunikasi dapat mengurangi rasa kesepian.
Penyediaan Layanan Kesehatan Mental: Menyediakan akses yang lebih baik kepada layanan kesehatan mental bagi lansia untuk mengenali dan menangani masalah seperti depresi.
Membangun Lingkungan yang Ramah Lansia: Membuat lingkungan yang mendukung interaksi sosial bagi lansia di lingkungan sekitar mereka melalui inisiatif pemerintah dan masyarakat.
- Edukasi Masyarakat: Mengedukasi masyarakat mengenai pentingnya kesehatan mental dan risiko kesepian dapat membantu mengubah pandangan negatif terhadap lansia dan mendorong solidaritas.
Melihat fenomena ini, penanganan kesepian di kalangan lansia Singapura bukan hanya penting untuk kesejahteraan individu, tetapi juga untuk masyarakat secara keseluruhan. Kesehatan mental yang baik pada lansia akan berdampak positif pada kualitas hidup dan harapan hidup mereka. Oleh karena itu, upaya meningkatkan kesadaran dan pelayanan yang memadai merupakan langkah krusial di tengah populasi yang terus menua.