Dunia

Trump Ancam Deportasi Warga Asing Pro-Palestina di AS!

Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, baru-baru ini mengeluarkan perintah eksekutif yang mengejutkan yang berfokus pada tindakan mendeportasi mahasiswa internasional yang terlibat dalam gerakan pro-Palestina. Pada tanggal 29 Januari 2025, kebijakan ini dilaksanakan, hanya seminggu setelah larangan perjalanan yang ditujukan terhadap individu yang dianggap "menganut ideologi kebencian". Langkah ini dianggap sebagai upaya pemerintah Trump untuk menindaklanjuti gerakan pro-Palestina yang semakin berkembang, terbangun sebagai respons terhadap konflik yang sedang berlangsung di Gaza.

Dalam pidato resminya, Trump menegaskan, "Kepada semua penduduk asing yang bergabung dalam protes pro-jihadis, kami memberi tahu Anda: mulai tahun 2025, kami akan menemukan Anda, dan kami akan mendeportasi Anda." Pernyataan ini menyoroti tekad pemerintah dalam menangani tindakan yang dianggap mendukung terorisme. Sementara itu, perintah eksekutif baru ini juga mengharuskan universitas untuk lebih aktif memantau aktivitas mahasiswa, dengan ancaman pelaporan kepada pihak berwenang jika ada perilaku yang dianggap menyimpang.

Langkah-langkah yang diambil pemerintahan Trump menciptakan ketidakpastian di kalangan mahasiswa internasional yang terlibat dalam aktivisme. Eric Lee, seorang pengacara imigrasi, menyampaikan, "Perintah terbaru ini berupaya mengubah universitas menjadi bagian dari Departemen Keamanan Dalam Negeri." Penekanan pada pengawasan aktivitas mahasiswa ini dinilai akan mengikis kebebasan akademik, yang merupakan salah satu nilai inti dalam pendidikan tinggi di AS.

Sejak dimulainya konflik di Gaza pada Oktober 2023, kampus-kampus di seluruh Amerika telah menjadi pusat kegiatan protes yang menyerukan dukungan bagi Palestina. Banyak mahasiswa yang berpartisipasi dalam demonstrasi ini menuntut agar investasi universitas di perusahaan-perusahaan yang terlibat dalam konflik diakhiri. Namun, berbagai tindakan pembatasan dari pihak universitas dan pemerintah telah muncul, termasuk tindakan keamanan yang lebih ketat terhadap demonstrasi yang dianggap berpotensi memicu ketegangan.

Sebagai bukti dari ketegangan ini, organisasi Zionis seperti Betar sudah mulai menyerahkan daftar nama mahasiswa dan staf yang mereka anggap perlu dideportasi. Salah satu nama dalam daftar tersebut adalah Momodou Taal, seorang kandidat PhD di Universitas Cornell, yang mengaku menerima ancaman tidak langsung akibat aktivismenya. "Perintah eksekutif ini pada dasarnya merupakan respons terhadap advokasi pro-Palestina," ungkap Taal, menggambarkan situasi yang penuh tekanan untuk mahasiswa yang terlibat dalam aktivisme tersebut.

Sementara Trump menegaskan bahwa kebijakan ini adalah upaya untuk memerangi antisemitisme, banyak kritik berpendapat bahwa langkah ini justru menghalangi ruang gerak mahasiswa yang berupaya menyuarakan pendapat mereka. Beberapa universitas telah melarang kelompok-kelompok mahasiswa yang berafiliasi dengan protes pro-Palestina, menambah daftar kebijakan yang menciptakan suasana intimidasi di lingkungan akademik.

Daftar langkah-langkah kebijakan yang diambil oleh pemerintahan Trump mencakup:

  1. Perintah Eksekutif untuk Deportasi: Mahasiswa internasional yang terlibat dalam protes pro-Palestina berisiko terkena deportasi.
  2. Pengawasan Aktivitas Mahasiswa: Universitas diharuskan untuk memantau dan melaporkan aktivitas mahasiswa mereka kepada otoritas pemerintah.
  3. Larangan Visa: Pembatalan visa bagi mereka yang dianggap mendukung aktivitas teroris, termasuk simpatisan Hamas di kampus.
  4. Penekanan pada Kebebasan Berbicara: Ketentuan yang secara tidak langsung membatasi kritik terhadap pemerintah AS dan kebijakan luar negerinya.

Dengan meningkatnya ketegangan ini, banyak pihak yang khawatir bahwa langkah-langkah tersebut dapat mengarah pada dampak long-term terhadap kebebasan berbicara dan hak asasi manusia di dalam ruang akademis. Pemerintahan Biden yang sebelumnya berada di tampuk pemerintahan juga dinilai bertanggung jawab dalam menciptakan kondisi yang memungkinkan kebijakan seperti ini diterapkan. Sejarah mencatat berbagai langkah represif yang diambil selama krisis sebelumnya, dan banyak yang mempertanyakan apakah hal tersebut akan terulang kembali dalam konteks kebijakan pemerintahan saat ini.

Guntur Wibowo adalah seorang penulis di situs Media Massa Podme. Podme.id adalah portal berita informasi dan aplikasi podcast gaya hidup dan hiburan terdepan di Indonesia.

Berita Terkait

Back to top button