![Trump Ancama Hamas: Bebaskan Sandera atau Gencatan Dibatalkan!](https://podme.id/wp-content/uploads/2025/02/Trump-Ancama-Hamas-Bebaskan-Sandera-atau-Gencatan-Dibatalkan.jpg)
Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, memberikan ultimatum kepada Hamas mengenai nasib sandera yang ditahan di Gaza. Dalam pernyataannya pada Senin, 10 Februari 2025, Trump menegaskan bahwa kelompok bersenjata tersebut harus membebaskan semua sandera paling lambat Sabtu, 15 Februari 2025, jika tidak, gencatan senjata yang ada akan dibatalkan dan ia tidak akan segan membiarkan “kekacauan terjadi.”
Ancaman ini dilontarkan Trump setelah Hamas menyatakan bahwa mereka menghentikan proses pembebasan sandera lebih lanjut, mengklaim bahwa Israel telah melanggar kesepakatan gencatan senjata. Sebelumnya, presiden AS itu juga menunjukkan keprihatinan mengenai kondisi sandera yang baru saja dibebaskan, menekankan bahwa mereka tidak berada dalam keadaan yang baik.
Dalam konferensi pers di Ruang Oval Gedung Putih, Trump mengungkapkan, “Jika semua sandera tidak dikembalikan paling lambat Sabtu pukul 12 siang, saya rasa ini saat yang tepat untuk membatalkan gencatan senjata dan membiarkan kekacauan terjadi.” Ia menginginkan pembebasan massal sandera, bukan secara bertahap. “Kami ingin mereka semua kembali,” tambahnya.
Lebih lanjut, Trump mengancam untuk menahan bantuan kepada Yordania dan Mesir jika kedua negara tersebut tidak bersedia menerima pengungsi Palestina yang direlokasi dari Gaza. Rencananya, ia akan mengadakan pertemuan dengan Raja Yordania Abdullah pada Selasa, 11 Februari 2025, untuk mendiskusikan masalah ini. Ancaman ini mencuat di tengah kontroversi seputar usulan Trump agar Amerika Serikat mengambil alih Gaza setelah pertempuran mereda, serta pendapatnya yang menyatakan bahwa warga Palestina tidak akan memiliki hak untuk kembali ke tanah mereka.
Dalam wawancaranya dengan Fox News, Trump menyatakan keyakinannya bahwa ia dapat menjalin kesepakatan dengan Yordania dan Mesir untuk menerima pengungsi Palestina, mengingat AS mengucurkan “miliaran dan miliaran dolar setiap tahun” kepada kedua negara tersebut. Ketika ditanya mengenai hak kembali warga Palestina ke Gaza, Trump menanggapi tegas bahwa hal itu tidak akan terjadi, seraya menjelaskan bahwa pengungsi tersebut akan diberikan perumahan yang lebih baik.
Saran Trump untuk memindahkan warga Palestina telah menuai kritik tajam. Berbagai pihak, termasuk penduduk Gaza dan negara-negara Arab, menganggap usulan tersebut sebagai tindakan pembersihan etnis. Pejabat senior Hamas, Sami Abu Zuhri, menyatakan bahwa pernyataan Trump terkait larangan kembali bagi warga Palestina merupakan ungkapan yang “tidak bertanggung jawab.” Ia memperingatkan bahwa rencana semacam itu dapat memicu gejolak di kawasan tersebut.
Menteri Luar Negeri AS, Marco Rubio, juga menyinggung masalah yang sama. Ia menegaskan bahwa selama proses pembangunan kembali Gaza, warga Palestina harus tinggal di tempat lain untuk sementara. Namun, ia menolak untuk menegaskan apakah pemindahan tersebut bersifat permanen atau tidak. Hal ini menciptakan kebingungan, terutama dalam konteks pernyataan Trump yang lebih tegas.
Sebagai negara-negara tetangga yang berbatasan langsung dengan Israel, Mesir dan Yordania menanggapi ancaman pemindahan warga Palestina dengan keberatan. Mereka mengungkapkan bahwa rencana semacam itu hanya akan mengganggu stabilitas kawasan yang sudah rapuh ini. Trump merencanakan pembangunan antara dua hingga enam komunitas bagi warga Palestina di wilayah yang lebih baik sebagai solusi jangka panjang.
“Anggap saja ini sebagai pengembangan real estat untuk masa depan. Ini akan menjadi sebidang tanah yang indah dan tidak perlu mengeluarkan banyak uang,” ujar Trump optimis. Namun, ide-ide ini terus memicu polemik dan menambah kompleksitas dalam konflik yang berkepanjangan di wilayah tersebut.