Trump Desak Militer AS Siap Rebut Terusan Panama: Apa Sebabnya?

Gedung Putih pada Kamis, 13 Maret 2025, mengumumkan rencana mengejutkan untuk meminta militer Amerika Serikat bersiap mengambil alih Terusan Panama "dengan paksa." Langkah ini muncul hanya seminggu setelah pidato Presiden Donald Trump di Kongres, di mana ia menyatakan niatnya untuk merebut kembali terusan tersebut demi meningkatkan keamanan nasional.

Dalam pidatonya, Trump menekankan pentingnya Terusan Panama bagi kepentingan strategis AS, yang merupakan rute utama dalam perdagangan global. Menggunakan pasukan untuk merebut terusan dianggap sebagai opsi yang kurang mungkin, namun tetap dipertimbangkan. Seorang pejabat anonim di Gedung Putih menyebutkan bahwa sebagian besar kalangan militer mendukung evaluasi mendalam terkait kemungkinan tindakan militer ini.

Rencana yang dipertimbangkan oleh pemerintahan Trump mencakup berbagai pendekatan, mulai dari memastikan kapal-kapal AS memiliki akses aman melalui kanal hingga mempertimbangkan opsi untuk mengembalikan kepemilikan dan operasi penuh atas terusan tersebut kepada AS, yang sebelumnya dikuasai sejak akhir tahun 1999. Berikut adalah beberapa pendekatan yang sedang dipertimbangkan:

  1. Pengoperasian Pelabuhan: Menggunakan tentara untuk mengamankan pelabuhan di Panama.
  2. Membangun Pelabuhan Baru: Eksplorasi opsi membangun pelabuhan baru yang akan meningkatkan kontrol AS atas jalur perdagangan.
  3. Operasi Kunci Kanal: Mengirim Korps Zeni Angkatan Darat untuk mengelola kunci kanal.
  4. Sekolah Rimba: Membuka kembali Sekolah Rimba untuk pelatihan pasukan seperti yang dilakukan sebelumnya saat menghadapi tantangan di lingkungan hutan.

Sumber-sumber pemerintahan Trump juga menyebutkan bahwa ada strategi untuk membuka kamp pelatihan di Panama, menyiratkan keinginan yang lebih besar untuk membangun kembali pengaruh AS di wilayah tersebut.

Sejak pengalihan kendali Terusan Panama kepada negara itu pada tahun 1979, negara kecil yang terletak di pusat Amerika Tengah ini tetap menjadi sekutu strategis bagi AS. Mantan Presiden Theodore Roosevelt merupakan pemimpin dunia pertama yang mengakui kemerdekaan Panama pada tahun 1903. Namun, saat ini, perhatian utama Trump terlihat pada pengaruh Tiongkok yang semakin meningkat di wilayah itu, yang diklaimnya "mengendalikan" kanal tersebut.

Presiden Panama, Jose Raul Mulino, dengan tegas membantah klaim tersebut dan menegaskan bahwa kanal tersebut adalah milik Panama. Mulino menyatakan, "Itu tidak mungkin. Saya tidak bisa bernegosiasi. Kanal tersebut milik Panama." Namun, Gedung Putih berpendapat bahwa penempatan pasukan AS di Panama dapat menjadi langkah strategis untuk mengekang pengaruh China, terutama jika terjadi ketegangan regional.

Konstitusi Panama yang menjamin kenetralan kanal sepanjang 50 mil telah diterima secara internasional. Terusan ini dibangun oleh AS pada awal 1900-an dan menjadi salah satu jalur perdagangan tersibuk di dunia, menyuplai lebih dari 5 persen perdagangan global. Dengan meningkatkan ketegangan global, langkah Trump untuk mempertimbangkan opsi militer ini akan menjadi sorotan tajam di panggung internasional.

Reaksi terhadap langkah ini bervariasi, dengan beberapa pengamat keamanan memperingatkan akan risiko yang dapat ditimbulkan. Tindakan agresi militer dapat memicu spiral ketegangan lebih lanjut di kawasan yang sudah rentan. Ini juga dapat mempengaruhi hubungan diplomatik AS dengan penduduk lokal dan negara-negara tetangga.

Saat dunia mengamati langkah Amerika Serikat dengan seksama, penting bagi Gedung Putih untuk mempertimbangkan dengan hati-hati potensi konsekuensi dari rencana ini. Perkembangan selanjutnya akan menentukan apakah pendekatan ini akan berujung pada peningkatan keamanan atau justru menciptakan lebih banyak konflik di kawasan tersebut.

Berita Terkait

Back to top button