
Pemimpin Tertinggi Iran, Ayatollah Ali Khamenei, secara tegas menanggapi pernyataan Presiden Amerika Serikat Donald Trump yang menyebut bahwa negaranya melemah akibat serangan Israel pada 2024. Pada tanggal 20 Januari 2025, Trump mengklaim bahwa serangan tersebut menyebabkan kemunduran signifikan bagi Iran, meskipun Iran tidak terlibat langsung dalam konflik tersebut. Penilaian Trump yang menciptakan gambaran lemah tentang Iran mendapat bantahan keras dari Khamenei.
Dalam keterangan yang disampaikan melalui media sosial X, Khamenei mengatakan, "Pemimpi yang delusi itu menyebutkan bahwa Iran telah melemah." Dia menambahkan, "Masa depan akan menunjukkan siapa yang telah menjadi lemah." Pernyataan Khamenei menunjukkan sikap percaya diri serta menantang terhadap narasi bahwa Iran berada dalam posisi tertekan.
Dalam konteks ini, Khamenei mengingatkan kembali sejarah ketika Iran diinvasi oleh Irak pada tahun 1980. Saat itu, Irak dibawah pemimpin Saddam Hussein didukung oleh AS yang dipimpin oleh Ronald Reagan. Khamenei menegaskan bahwa anggapan bahwa Iran lemah kala itu tidak terbukti, malah sebaliknya, Iran justru semakin kuat. "Saddam memulai serangannya dan Reagan memberinya sejumlah besar bantuan berdasarkan ilusi bahwa Iran telah menjadi lemah," ujarnya. Dengan percaya diri, dia menyatakan bahwa "kali ini juga akan sama."
Khawatir akan dampak konflik yang melibatkan Iran di berbagai wilayah, Khamenei mengungkapkan bahwa meskipun Iran menghadapi tekanan dalam beberapa konflik di Timur Tengah—seperti di Palestina, Lebanon, dan Yaman—negara ini tetap bertekad untuk mempertahankan kekuatannya. Iran telah lama dikaitkan dengan konflik di Suriah, di mana dukungannya untuk pemerintahan Bashar Al Assad terkendala pasca-tumbangnya rezim tersebut. Namun, Khamenei tetap bersikukuh bahwa Iran akan bangkit dari situasi ini dengan kekuatan yang lebih besar.
Khamenei bukan hanya menanggapi klaim Trump, tetapi juga mencoba untuk memperkuat semangat nasionalis di kalangan rakyat Iran. Menurutnya, masa depan Iran tidak akan ditentukan oleh intervensi asing atau tekanan yang diberikan oleh negara-negara seperti AS dan sekutunya. "Kami memiliki pengalaman dari masa lalu. Kami tahu cara bangkit dari masalah ini," tegasnya.
Adapun dalam penilaian keadaan saat ini, Iran menghadapi berbagai tantangan, baik dari dalam maupun luar negeri. Berikut adalah beberapa poin yang merangkum situasi Iran:
Dukungan Internasional: Iran tetap memiliki sekutu di kawasan, meski pengaruhnya di Suriah menurun setelah tumbangnya Bashar Al Assad.
Konflik di Yaman dan Lebanon: Iran terlibat dalam dukungan terhadap kelompok-kelompok yang melawan Israel dan sekutunya, yang menunjukkan bahwa meski tertekan, Iran tetap memainkan peran strategis di berbagai konflik.
- Pengalaman Sejarah: Khamenei menyamakan kondisi saat ini dengan pengalaman pahit di masa lalu yang justru membuat Iran semakin kuat dan bersatu.
Dengan menghadapi berbagai isu geopolitik, Iran terus berupaya untuk membuktikan bahwa mereka dapat bertahan dan bahkan berkembang meski di bawah tekanan. Sementara Trump dan para pemimpin Barat lainnya menilai situasi ini dari sudut pandang mekanisme kekuasaan militer dan politik, Khamenei berusaha untuk menunjukkan bahwa semangat dan ketahanan bangsa sering kali lebih berharga daripada kekuatan militer semata.
Perdebatan antara Trump dan Khamenei mencerminkan ketegangan yang terus berlanjut di kawasan Timur Tengah, di mana setiap pernyataan dan tindakan dari satu pihak selalu menimbulkan reaksi dari pihak lainnya. Proses geopolitik ini akan terus berkembang, dan Iran bertekad untuk menunjukkan bahwa mereka tetap menjadi kekuatan yang tidak dapat diabaikan di panggung dunia.