Dunia

Trump Kembali Terapkan Hukuman Mati Federal di AS: Dampaknya?

Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, baru saja mencabut moratorium hukuman mati federal yang diterapkan oleh pendahulunya, Joe Biden. Dalam perintah eksekutif yang ditandatangani pada hari keduanya menjabat, Trump menginstruksikan untuk menerapkan hukuman mati bagi mereka yang terbukti bersalah atas kejahatan berat seperti membunuh petugas penegak hukum dan kejahatan berat terhadap imigran ilegal. Keputusan ini menunjukkan perubahan signifikan dalam kebijakan hukuman mati yang mengemuka di bawah pemerintahan Biden.

Dalam perintah eksekutif tersebut, Trump menugaskan Jaksa Agung yang baru, James McHenry, untuk mencari yurisdiksi federal dalam menerapkan hukuman mati. Ini menjadi langkah strategis Trump di saat banyak pihak mempertanyakan kebijakan hukuman mati yang ada. Selama masa kepresidenannya yang pertama dari 2017 hingga 2021, Trump terlibat dalam peningkatan jumlah eksekusi federal, mencatatkan 13 eksekusi, jumlah tertinggi yang dilakukan oleh presiden mana pun dalam sejarah AS.

Isi dari perintah eksekutif Trump mengindikasikan bahwa pemerintah federal akan memastikan bahwa setiap negara bagian yang mengizinkan hukuman mati memiliki persediaan obat-obatan yang dibutuhkan untuk pelaksanaan suntik mati. Selain itu, Trump juga berkomitmen untuk mengevaluasi kembali keputusan Mahkamah Agung yang membatasi kewenangan negara bagian dan federal dalam menjatuhkan hukuman mati.

Keputusan Trump untuk membatalkan moratorium hukuman mati tidak lepas dari kritik terhadap kebijakan Biden. Dia secara terbuka mengkritik Biden mengenai keputusan sebelumnya untuk menghentikan eksekusi federal, yang dinilainya merupakan kegagalan dalam menjalankan hukum AS secara benar. “Menghentikan eksekusi hanya menunjukkan kelemahan dalam penegakan hukum,” ujar Trump, sebagaimana dilaporkan oleh berbagai sumber. Dengan memberikan kritik yang tajam, Trump mengarahkan pandangannya pada para hakim, politisi, dan individu-individu lain yang menentang hukuman mati, menegaskan bahwa mereka tidak memahami pentingnya keadilan bagi korban kejahatan.

Di samping itu, mantan presiden juga mengecam kebijakan Demokrat yang meringankan hukuman terhadap 37 dari 40 narapidana yang dijatuhi hukuman mati karena kejahatan seksual berat dan kekejaman lain. Menurut Trump, mengubah hukuman mati menjadi penjara seumur hidup tanpa kemungkinan pembebasan bersyarat adalah tindakan yang sangat keliru. Dia menyerukan agar Jaksa Agung baru mempertimbangkan kembali keputusan-keputusan tersebut dan mendudukkan penegakan hukum pada tempatnya.

Perubahan dalam kebijakan hukuman mati ini juga dapat berdampak besar di lapangan, terutama untuk keluarga korban kejahatan. Keputusan Trump mungkin akan memicu perdebatan baru tentang moralitas dan efektivitas hukuman mati dalam sistem peradilan pidana di AS. Sebagian kelompok hak asasi manusia dan organisasi antikekerasan akan kemungkinan berlanjut melawan kebijakan ini, menilai bahwa hukuman mati adalah bentuk hukuman yang tidak manusiawi dan tidak efektif dalam mengurangi tingkat kejahatan.

Daftar kejahatan yang berpotensi dikenakan hukuman mati di bawah perintah eksekutif Trump meliputi:

1. Pembunuhan petugas penegak hukum
2. Kejahatan berat terhadap imigran ilegal
3. Kejahatan seksual berat
4. Kejahatan yang mengakibatkan cedera serius atau kematian

Dengan kebijakan baru ini, jelas bahwa Trump ingin mengubah pendekatan terhadap kejahatan berat di Amerika Serikat, membawa kembali fokus pada hukuman mati sebagai alat penegakan hukum. Kebijakan ini tidak hanya menunjukkan sikap tegas terhadap pelanggaran hukum, tetapi juga bisa memicu kontroversi di kalangan masyarakat. Seiring berjalannya waktu, dampak dari keputusan ini akan terlihat dalam penegakan hukum dan respons masyarakat terhadap kebijakan hukuman mati yang kembali dikuatkan.

Guntur Wibowo

Guntur Wibowo adalah seorang penulis di situs Media Massa Podme. Podme.id adalah portal berita informasi dan aplikasi podcast gaya hidup dan hiburan terdepan di Indonesia.

Berita Terkait

Back to top button