Kampanye militer yang diperintahkan oleh Presiden Donald Trump terhadap kelompok Houthi di Yaman memasuki hari kesepuluh dengan intensitas serangan yang semakin meningkat. Serangkaian serangan udara terfokus telah diluncurkan di ibu kota Yaman, Sanaa, serta benteng Houthi di Saada. Situasi ini semakin pelik setelah gagalnya gencatan senjata yang seharusnya mengakhiri permusuhan antara Hamas dan Israel di Gaza.
Seiring dengan pernyataan tegas Trump untuk mengerahkan “kekuatan mematikan” demi melenyapkan Houthi, kelompok yang didukung oleh Iran ini nampak menutup rapat informasi terkait kerugian yang mereka derita. Mereka berupaya untuk mempertahankan semangat pendukungnya di tengah meningkatnya serangan tersebut. Meski banyak spekulasi mengenai jumlah pemimpin Houthi yang terkena dampak serangan, tidak ada pengakuan resmi mengenai kerugian dari pihak mereka.
Serangan yang dilancarkan oleh AS berlangsung pada malam hari dan menargetkan lokasi-lokasi strategis Houthi, termasuk tempat penyimpanan militer di sekitar Sanaa. Houthi mengklaim beberapa serangan tersebut justru menerpa bangunan perumahan di distrik Maeen, menyebabkan satu orang tewas dan 15 lainnya terluka, termasuk wanita dan anak-anak. Laporan dari media yang berafiliasi dengan Houthi juga menyebutkan serangan di pinggiran Saada yang menambah daftar panjang kerugian sipil.
Analis memperkirakan bahwa tujuan serangan ini adalah untuk menghancurkan fasilitas militer penting, termasuk tempat perangkat perang canggih seperti rudal dan pesawat nirawak disimpan. Meskipun Washington tetap merahasiakan detail spesifik, mereka bersikeras bahwa operasi ini dilakukan untuk menjaga navigasi maritim di Laut Merah, yang kini terancam oleh tindakan milisi Houthi.
Sejak kampanye militer terbaru dimulai, Houthi telah menghadapi lebih dari 100 serangan udara dan laut, yang menargetkan lokasi-lokasi kunci di berbagai provinsi di Yaman, termasuk Marib dan Hodeidah. Serangan tersebut terus berlangsung meskipun Houthi sendiri telah meluncurkan balik serangan dengan menembakkan rudal balistik ke arah Israel, yang menurut militer Israel berhasil dicegat tanpa menyebabkan kerusakan.
Houthi juga mengklaim telah meluncurkan enam serangan rudal dan pesawat nirawak ke arah kapal induk USS Harry S. Truman serta kapal-kapal pendampingnya. Namun, militer AS belum memberikan respon terkait klaim tersebut. Dalam rentang waktu konflik ini, Houthi diperkirakan sudah meluncurkan hampir 200 serangan rudal dan pesawat nirawak sejak mereka memutuskan untuk terlibat dalam konfrontasi melawan Israel yang dimulai pada tanggal 7 Oktober 2023.
Meski intensifikasi serangan militer terhadap Houthi berlangsung, dampak yang dihasilkan pada struktur militer mereka terbilang minimal. Serangkaian serangan udara ini belum melumpuhkan kemampuan militer kelompok tersebut, kecuali beberapa insiden yang mengakibatkan kerugian nyawa, seperti ledakan pesawat nirawak di sebuah apartemen yang menewaskan satu orang.
Selain itu, terdapat kekhawatiran di kalangan pejabat Yaman mengenai potensi serangan balasan dari Israel terhadap wilayah yang dikuasai Houthi. Lima gelombang serangan sebelumnya dari Israel tahun lalu yang menargetkan infrastruktur penting, termasuk bandara dan pelabuhan di Sanaa dan Hodeidah, menunjukkan betapa kompleksnya situasi keamanan di kawasan ini.
Dengan gencatan senjata yang telah gagal dan meningkatnya ketegangan antara berbagai pihak yang terlibat, nasib Houthi kini menjadi pertanyaan besar. Mampukah mereka bertahan menghadapi serangan tanpa henti dari militer AS, dan bagaimana mereka akan mengatasi respons militer Israel yang mungkin membayangi masa depan kekuasaan mereka di Yaman? Pertanyaan-pertanyaan ini tetap mengemuka di tengah semakin memanasnya konflik yang telah menyengsarakan rakyat Yaman selama bertahun-tahun.