Presiden Amerika Serikat Donald Trump mengambil langkah signifikan untuk meningkatkan transparansi mengenai pembunuhan Presiden John F. Kennedy (JFK) dengan merilis lebih dari 80.000 dokumen terkait peristiwa tragis yang terjadi pada 22 November 1963 di Dallas, Texas. Langkah ini merupakan janji yang ditegaskan Trump dalam kampanye politiknya, untuk mengungkap informasi yang lebih dalam mengenai salah satu kasus pembunuhan paling terkenal dalam sejarah Amerika.
Dokumen-dokumen tersebut dipublikasikan di situs web Arsip Nasional AS pada Selasa malam, 18 Maret 2025. Sebelum dirilis, pengacara Departemen Kehakiman AS melakukan peninjauan menyeluruh, memastikan bahwa informasi yang disajikan aman untuk dibagikan kepada publik. Dalam kumpulan dokumen yang dirilis, terdapat memo-memo rahasia dan laporan-laporan penyelidikan yang memberikan gambaran tentang ketegangan internasional dan konteks politik yang melatarbelakangi pembunuhan JFK, terutama berdasarkan hubungan antara AS dan Uni Soviet pasca Krisis Rudal Kuba 1962 yang hampir membawa kedua negara pada perang nuklir.
Isi dari dokumen yang dirilis mencakup laporan mengenai Lee Harvey Oswald, individu yang dituduh sebagai pembunuh JFK. Dokumen-dokumen ini menelusuri aktivitas Oswald dan keberadaannya di Uni Soviet sebelum peristiwa di Dallas, meskipun tidak ditemukan bukti baru yang kontradiktif terhadap hasil penyelidikan resmi sebelumnya. Hal ini menunjukkan komitmen administrasi Trump untuk mendalami serta mempublikasikan informasi yang diharapkan bisa memperjelas sejarah.
Di tengah pengumuman ini, berbagai respon muncul dari para anggota keluarga dan sejarawan. Robert F. Kennedy Jr., keponakan JFK serta Menteri Kesehatan dan Layanan Kemanusiaan dalam kabinet Trump, menyatakan keyakinan bahwa CIA terlibat dalam kematian paman beliau. Namun, CIA menolak tuduhan tersebut. Sementara itu, cucu JFK, Jack Schlossberg, mengungkapkan kekecewaannya di media sosial ketika mengetahui bahwa keluarga Kennedy tidak menerima pemberitahuan sebelumnya mengenai rilis dokumen ini.
Sejarawan Harvard, Fredrik Logevall, menilai bahwa dokumen terbaru ini meskipun berguna, kemungkinan besar tidak akan merubah pemahaman yang telah ada tentang peristiwa tersebut. Dalam salah satu wawancara yang ada dalam dokumen ini, seorang pegawai CIA, Lee Wigren, membahas ketidaksesuaian informasi yang disampaikan kepada Komisi Warren, yang ditugaskan untuk menyelidiki pembunuhan tersebut.
Beberapa dokumen lain yang dipublikasikan berkaitan dengan kebijakan luar negeri AS, termasuk bagaimana kebijakan tersebut terhadap Fidel Castro selama Perang Dingin. Salah satu dokumen mencatat bahwa Castro tidak bermaksud untuk memicu perang dengan AS, namun berpotensi meningkatkan dukungan terhadap gerakan komunis di Amerika Latin. Terdapat pula informasi mengenai “Operasi Mongoose”, sebuah operasi rahasia CIA yang disetujui oleh Kennedy untuk menggulingkan pemerintahan Castro.
Trump sebelumnya telah menandatangani perintah yang mendorong FBI untuk mencari dan merilis ribuan dokumen tambahan terkait pembunuhan JFK, dengan harapan langkah ini akan menjadi awal dari “era transparansi maksimum,” seperti yang dinyatakan oleh Direktur Intelijen Nasional saat itu, Tulsi Gabbard. Meskipun upaya upaya ini ditujukan untuk memenuhi keingintahuan publik, sejarawan Alice L. George mengingatkan bahwa dokumen pemerintah mungkin tidak sepenuhnya menjawab semua pertanyaan yang ada.
Berbagai jajak pendapat menunjukkan bahwa banyak warga Amerika masih meyakini adanya konspirasi di balik kematian JFK meskipun secara resmi, pembunuhan tersebut dianggap sebagai tindakan Lee Harvey Oswald sebagai penembak tunggal. Selain rilis dokumen terkait JFK, Trump juga berencana untuk merilis dokumen seputar pembunuhan pemimpin hak asasi sipil Martin Luther King Jr. dan Senator Robert Kennedy, yang juga terbunuh pada tahun 1968. Namun, hingga saat ini, rencana tersebut masih dalam tahap penyusunan dan belum ada rincian lebih lanjut yang diungkapkan.