Presiden Amerika Serikat Donald Trump baru-baru ini mengklaim bahwa tanpa kehadirannya, warga yang disandera oleh kelompok Hamas di Gaza tidak akan pernah bisa kembali. Pernyataan ini muncul ditengah kritiknya terhadap penanganan konflik Israel-Palestina oleh pemerintah saat ini di bawah kepemimpinan Presiden Joe Biden.
Dalam konferensi pers di Gedung Putih pada 21 Januari 2025, Trump menjelaskan bahwa tekanannya sebagai pemimpin sebelumnya berkontribusi besar dalam menuntaskan pertukaran sandera yang mempercepat proses gencatan senjata. “Biden tidak bisa menyelesaikannya,” ungkapnya. Ia menambahkan, “Hanya karena tekanan yang saya berikan sebagai tenggat waktu yang membuat itu terlaksana.”
Dalam pernyataannya, Trump juga mengganggu isu para sandera yang berhasil kembali ke rumah. “Jika saya tidak di sini, mereka tidak akan pernah kembali… Mereka semua akan mati,” kata Trump, dengan menekankan bahwa tanggung jawab atas situasi berbahaya di Gaza terletak pada kelemahan pemerintahan Biden. Ia mengacu pada serangan yang dilakukan Hamas pada 7 Oktober 2023, yang mengklaim seharusnya tidak pernah terjadi jika bukan karena kegagalan administrasi saat ini. “Tentu banyak nyawa yang seharusnya tidak melayang,” tambahnya, mengindikasikan bahwa situasi ini bisa dihindari.
Perlu dicatat bahwa pada 19 Januari 2025, fase pertama dari kesepakatan gencatan senjata Gaza mulai berlaku, menghentikan konflik yang telah berlangsung selama beberapa bulan. Kesepakatan ini merupakan upaya untuk mengakhiri kekerasan yang menyengsarakan kedua belah pihak. Kesepakatan gencatan senjata ini terdiri dari tiga fase, yang mencakup pertukaran tahanan dan harapan untuk mencapai gencatan senjata permanen, serta penarikan pasukan Israel dari Gaza.
Sementara itu, according to data dari pihak Israel, hampir 47.000 warga Palestina telah kehilangan nyawa di Gaza akibat serangan yang dilancarkan pasca serangan oleh Hamas, yang mengakibatkan hampir 1.200 orang Israel meninggal. Serangan ini telah menghancurkan infrastruktur sipil di Gaza, menyebabkan kerusakan besar pada perumahan, serta menciptakan krisis kemanusiaan yang semakin memburuk. Sekitar 2 juta orang menjadi pengungsi, terjebak di wilayah yang padat penduduk dengan kekurangan makanan dan air bersih.
Biden sendiri mengklaim bahwa gencatan senjata yang dihasilkan merupakan hasil dari proposal yang ia buat pada bulan Mei sebelumnya. Ketika ditanya tentang siapa yang harus diberikan kredit atas kesepakatan tersebut, ia hanya menjawab dengan nada sarkastik, “Apakah itu lelucon?”
Trump juga menyiratkan kemungkinan kunjungan ke Timur Tengah, meskipun belum mengonfirmasi kapan kunjungan tersebut akan dilakukan. Dalam konteks ini, masalah keamanan dan pemulangan warga yang disandera tetap menjadi perhatian utama, dan Trump menekankan bahwa tanpa kepemimpinannya, nasib para sandera kemungkinan akan lebih buruk.
Krisis yang terjadi di Gaza tidak hanya berdampak pada warga Palestina, tetapi juga menciptakan tantangan besar bagi komunitas internasional dalam mencari solusi yang berkelanjutan untuk konflik yang telah berlangsung lama ini. Dengan meningkatnya retorika dari kedua belah pihak, masa depan situasi keamanan di Timur Tengah tetap dipenuhi ketidakpastian.