Pada Kamis, 23 Januari 2025, di Forum Ekonomi Dunia (WEF) yang berlangsung di Davos, Swiss, Presiden Amerika Serikat Donald Trump mengeluarkan pernyataan yang mengejutkan terkait hubungan Amerika Serikat dengan Kanada. Dalam pidatonya di hadapan para pemimpin bisnis dunia, Trump mengusulkan agar Kanada menjadi negara bagian AS, sebuah tawaran yang kembali memicu kontroversi di dunia internasional.
Trump menyatakan, "Kalian selalu bisa menjadi negara bagian. Jika kalian menjadi negara bagian, kita tidak akan memiliki defisit. Kita tidak perlu mengenakan tarif." Pernyataan ini diucapkan di tengah ancaman bahwa Amerika Serikat akan mengenakan tarif baru sebesar 25 persen terhadap impor dari Kanada, yang akan mulai berlaku pada 1 Februari 2025. Tawaran dan ancaman ini memicu respons beragam dari peserta forum, dengan banyak di antara mereka menunjukkan keterkejutan.
Pernyataan Trump terkait tarif baru tersebut disampaikan sebagai bagian dari tekanan untuk memperbaiki kebijakan perdagangan antara kedua negara. Dia mengklaim bahwa Amerika Serikat tidak memerlukan produk dari Kanada, termasuk energi, kendaraan, dan kayu. "Kita tidak membutuhkan mereka untuk membuat mobil, kita memiliki banyak mobil. Kita tidak membutuhkan minyak dan gas mereka karena kita memiliki lebih banyak daripada siapa pun," tegasnya. Namun, klaim ini menghadapi kritik, karena para ekonom menunjukkan bahwa ketergantungan Amerika terhadap produk Kanada jauh lebih kompleks.
Menanggapi ancaman tarif dan tawaran untuk menjadi bagian dari AS, Perdana Menteri Kanada Justin Trudeau memberikan reaksi yang hati-hati. Dia menegaskan bahwa pemerintahannya akan mempertimbangkan langkah-langkah balasan jika tarif benar-benar diterapkan, termasuk kemungkinan penerapan pajak atau embargo pada ekspor energi ke Amerika Serikat. "Tujuan kami adalah untuk menghindari tarif ini, tetapi jika diperlukan, kami akan merespons secara bertahap untuk memastikan bahwa kepentingan Kanada terlindungi," ungkap Trudeau.
Dalam konteks ini, penting untuk mencatat beberapa aspek kunci dari situasi yang berkembang:
Ancaman Tarif: Trump mengaitkan ancaman tarif dengan isu keamanan perbatasan, mengindikasikan bahwa tindakan tersebut akan diberlakukan jika Kanada tidak meningkatkan keamanan di perbatasannya.
Klaim Defisit Perdagangan: Trump mengklaim bahwa defisit perdagangan antara kedua negara mencapai antara $200 hingga $250 miliar. Namun, data resmi menunjukkan angka defisit tersebut jauh lebih kecil, yakni sekitar $45 miliar pada tahun 2024.
Ketergantungan Ekonomi: Sekitar 75 persen ekspor Kanada ditujukan ke Amerika Serikat, sehingga ancaman tarif dapat memiliki dampak ekonomi yang signifikan terhadap Kanada. Namun, Trump tetap berpegang pada posisi bahwa negara tersebut tidak terlalu bergantung pada Kanada.
Penolakan Terhadap Tawaran: Trudeau dengan tegas menolak ide Kanada menjadi negara bagian Amerika Serikat, menyebutnya sebagai "tidak masuk akal." Hal ini menunjukkan bahwa meskipun ada pertimbangan balasan terhadap tarif, terdapat batasan yang jelas tentang integritas dan kedaulatan Kanada.
- Retorika Proteksionis: Pendekatan Trump mencerminkan visi ekonomi nasionalis yang lebih luas dan retorika proteksionis yang konsisten. Hal ini juga terlihat dalam strategi perdagangan sebelumnya yang dia terapkan terhadap berbagai negara mitra dagang.
Di tengah ketegangan ini, Kanada berusaha untuk mempertahankan hubungan dagang yang stabil dengan AS. Trudeau menggarisbawahi bahwa Kanada adalah mitra dagang yang dapat diandalkan dan sumber energi yang aman bagi Amerika Serikat. Dalam situasi ini, akan menarik untuk melihat bagaimana kedua negara akan menangani pendekatan Trump yang agresif dan apakah akan ada solusi damai yang dapat mencegah eskalasi lebih lanjut dalam hubungan perdagangan bilateral.