Dunia

Trump Usul Bersihkan Gaza, Abbas dan Hamas Sambut Penolakan

Pemimpin Palestina Mahmud Abbas bersama dengan kelompok bersenjata Hamas berkomitmen untuk menolak rencana pemindahan paksa warga Gaza yang diusulkan oleh Presiden AS Donald Trump. Pernyataan ini muncul setelah Trump mengemukakan ide “membersihkan” Gaza, sebuah wilayah yang telah lama dilanda konflik. Dalam konteks ini, Abbas mengutuk keras setiap proyek yang bertujuan untuk mengusir warga Palestina dari tempat tinggal mereka.

Trump mencatat bahwa setelah 15 bulan perang, Gaza telah menjadi “tempat pembongkaran.” Dalam sebuah wawancara dengan wartawan, ia menyebutkan bahwa ia telah berbicara dengan Raja Yordania Abdullah II mengenai kemungkinan pemindahan warga Palestina ke Mesir dan Yordania. “Kami ingin Mesir menerima orang,” jelas Trump. Pernyataan tersebut memicu reaksi keras dari Abbas, yang berkata, “Rakyat Palestina tidak akan meninggalkan tanah dan tempat suci mereka.”

Pernyataan dari Abbas ini menegaskan bahwa warga Palestina bertekad untuk tetap tinggal di tanah air mereka meskipun berbagai tantangan yang mereka hadapi. Sementara itu, Bassem Naim, anggota biro politik Hamas, menjelaskan bahwa warga Palestina akan “menggagalkan proyek semacam itu,” mengingat sejarah panjang perjuangan mereka melawan upaya pengusiran.

Dalam suasana yang semakin tegang, organisasi Jihad Islam pun mengutuk ide Trump, menyebutnya sebagai sebuah gagasan yang menyedihkan. Mereka mengingatkan bahwa usulan pemindahan warga Palestina mengingatkan masyarakat pada “Nakba,” istilah yang digunakan untuk menggambarkan pengusiran besar-besaran warga Palestina pada tahun 1948 saat pembentukan Israel.

Kondisi di Gaza menjadi semakin sulit setelah sebagian besar penduduknya terpaksa mengungsi akibat serangan yang dimulai pada 7 Oktober 2023. Kini, warga Gaza mengalami kesulitan untuk kembali ke daerah utara, di mana Israel telah memberlakukan pemblokiran untuk mencegah gerakan masif tersebut. Akibatnya, jalan-jalan dipenuhi kendaraan yang membawa barang-barang, namun tidak ada akses kembali ke Gaza utara.

Negara-negara tetangga seperti Yordania dan Mesir juga menampik rencana pemindahan warga Palestina tersebut. Menteri Luar Negeri Yordania Ayman Safadi menekankan bahwa penolakan terhadap pemindahan warga Palestina adalah hal yang tegas dan tidak akan berubah. “Yordania untuk orang-orang Yordania dan Palestina untuk orang-orang Palestina,” ucapnya. Sementara itu, Kementerian Luar Negeri Mesir menegaskan penolakan terhadap segala bentuk pelanggaran hak-hak Palestina yang tidak dapat dicabut.

Sementara itu, dalam konteks gencatan senjata yang rapuh antara Israel dan Hamas, ada perkembangan terkait pertukaran sandera-tahanan. Empat sandera wanita Israel dan 200 tahanan Palestina dibebaskan dalam pertukaran yang berlangsung baru-baru ini. Meski gencatan senjata memasuki minggu kedua, situasi tetap rawan dengan pelanggaran yang diklaim oleh kedua belah pihak. Israel menegaskan bahwa mereka akan mencegah warga Palestina kembali sampai pembebasan Arbel Yehud, seorang wanita sipil yang disandera.

Konsensus di antara berbagai faksi Palestina, termasuk Abbas dan Hamas, menunjukkan bahwa mereka bersatu dalam menolak rencana pemindahan apapun yang diusulkan oleh Trump, serta penolakan atas segala bentuk pengusiran. Apapun langkah yang diambil dalam konflik ini, yang jelas adalah tekad kuat rakyat Palestina untuk bertahan di tanah mereka dan melawan setiap upaya untuk memindahkan mereka dari rumah yang telah mereka tempati selama bertahun-tahun. Tanggapan oleh masyarakat internasional, terutama negara-negara Arab, semakin menunjukkan bahwa upaya pengusiran warga Palestina akan terus menemui perlawanan yang signifikan.

Guntur Wibowo adalah seorang penulis di situs Media Massa Podme. Podme.id adalah portal berita informasi dan aplikasi podcast gaya hidup dan hiburan terdepan di Indonesia.

Berita Terkait

Back to top button