Ujian Cinta: Pria di China Kehilangan Usus Gara-gara Simulasi Persalinan

Seorang pria di Henan, China, harus rela kehilangan sebagian usus halusnya setelah mengalami simulasi nyeri persalinan, sebuah keputusan yang diambil atas permintaan pacarnya. Peristiwa yang mencengangkan ini mengangkat pertanyaan mengenai batasan dalam hubungan dan dampak dari tindakan ekstrem yang kadang dianggap sebagai tes cinta.

Menurut laporan dari NetEase News, wanita yang memicu kejadian ini membawa kekasihnya ke pusat simulasi persalinan. Dengan pendapat bahwa calon suaminya perlu merasakan penderitaan yang dialami wanita saat melahirkan, tantangan ini merupakan cara untuk membuktikan cinta sebelum mereka melangkah ke jenjang pernikahan. Meskipun sang pria awalnya menolak, ia akhirnya menyerah menghadapi tekanan dari pacarnya.

Simulasi ini menggunakan perangkat yang memanfaatkan arus listrik untuk meniru nyeri yang dirasakan selama kontraksi. Dalam sesi 90 menit tersebut, intensitas nyeri dapat disesuaikan. Menurut testimoni sang wanita, kekasihnya mengalami nyeri yang sangat ekstrem, berteriak pada level 8 dan menangis serta mengumpat pada level maksimum 10. “Ia terlihat kehabisan napas dan kelelahan, sementara saya dan saudara saya harus menyeka keringatnya,” ungkapnya.

Setelah sesi simulasi, pria itu mengalami gejala yang menjadikan keadaannya semakin buruk, termasuk sakit perut dan muntah. Seminggu setelahnya, kondisinya memburuk, dan ia dibawa ke rumah sakit. Di sana, dokter mengungkapkan bahwa sebagian usus halusnya mengalami kerusakan permanen, sehingga harus diangkat melalui operasi. Kejadian ini membuat keluarganya marah, dan mereka memutuskan untuk membatalkan pertunangan. Ibunya bahkan menghalangi wanita tersebut untuk menjenguk putranya dan bersiap untuk melayangkan tuntutan hukum.

Dalam sebuah pernyataan, wanita itu mengatakan, “Saya siap untuk bertanggung jawab penuh selama dia pulih.” Namun, tindakan pacarnya tersebut menuai kritik dari banyak netizen di Tiongkok. Banyak dari mereka berpendapat bahwa tindakan tersebut melampaui batas dan merupakan bentuk ketidakpahaman terhadap cedera fisik yang dialami seseorang, yang bukan semata-mata soal rasa sakit, tetapi juga menyangkut aspek emosional.

Di antara reaksi publik, seorang netizen berkomentar, “Banyak wanita sekarang memilih persalinan tanpa rasa sakit. Wanita-wanita di Henan seharusnya siap menghadapi konsekuensi hukum atas tindakan mereka.” Lainnya menambahkan, “Rasa sakit saat melahirkan tidak hanya terfokus pada reaksi fisik, tetapi juga mencakup elemen emosional yang tidak bisa ditiru sepenuhnya. Cinta sejati tidak perlu diuji dengan cara seperti ini.”

Meskipun kisah ini menjadi viral, hal ini sekaligus menjadi peringatan bagi pasangan untuk mempertimbangkan batasan dalam hubungan mereka. Melibatkan diri dalam tindakan ekstrem semata-mata untuk membuktikan cinta dapat berujung pada konsekuensi serius. Sebuah hubungan yang sehat seharusnya dibangun dengan saling memahami dan menghargai batasan masing-masing, bukan dengan tindakan yang bisa mengancam kesehatan dan keselamatan. Dalam era di mana cinta sering kali diukur dengan tindakan fisik, penting untuk mengingat bahwa cara mengungkapkan cinta seharusnya tidak selalu melibatkan pengorbanan yang berbahaya.

Kejadian ini mengajarkan banyak hal mengenai pentingnya komunikasi dan batasan dalam sebuah hubungan, menjaga agar cinta tetap dalam koridor yang sehat dan saling menghargai.

Exit mobile version