Uni Emirat Arab (UEA) tengah melakukan lobi intensif terhadap Amerika Serikat (AS) untuk menolak rencana rekonstruksi Gaza yang diusulkan oleh Mesir setelah konflik terbaru antara Israel dan Hamas. Situasi ini memicu kekhawatiran akan keyakinan UEA terhadap agenda politik yang lebih luas di kawasan Timur Tengah, serta memperlihatkan adanya keretakan dalam hubungan antara Abu Dhabi dan Kairo.
Pada bulan Maret, Mesir mengungkapkan rencananya yang meliputi transisi politik, rekonstruksi, dan pemulihan Jalur Gaza, pascakonflik yang telah menimbulkan kerusakan besar di wilayah tersebut. Rencana ini mengusulkan pemerintahan yang dipimpin oleh Otoritas Palestina (PA), penempatan pasukan keamanan yang dilatih oleh Yordania dan Mesir, serta potensi deploy pasukan penjaga perdamaian PBB di Gaza dan Tepi Barat yang diduduki.
Berbagai pihak, termasuk Liga Arab, memberikan dukungan terhadap rencana Mesir tersebut, yang jelas merupakan alternatif bagi rencana kontroversial Presiden AS Donald Trump yang mengusulkan pengambilalihan Gaza oleh Amerika dan pengusiran warga Palestina dari wilayahnya. Namun, meski mendapat dukungan dari sejumlah negara Eropa, baik AS maupun Israel diharapkan akan menolak rencana tersebut.
Informasi terkini dari laporan Middle East Eye mengungkapkan bahwa duta besar Emirat untuk AS, Yousef al-Otaiba, telah melobi anggota parlemen dan petinggi pemerintahan Trump, dengan tujuan untuk menekan Mesir agar menerima rencana pemindahan paksa warga Palestina dari Gaza. Dalam lobi ini, UEA berpendapat bahwa rencana Mesir terlalu memberikan keleluasaan kepada kelompok perlawanan Hamas, dan menyerukan agar bantuan militer dari AS kepada Mesir dikondisikan pada penarikan rencana tersebut.
Fakta menarik yang mengemuka terkait situasi ini adalah sebagai berikut:
-
Dukungan AS atas Mesir: Mesir menerima bantuan militer tahunan sebesar USD 1,3 miliar dari AS, dengan USD 300 juta di antaranya bersifat bersyarat, terkait masalah hak asasi manusia.
-
Ancaman Pemotongan Bantuan: Dalam beberapa minggu terakhir, pemerintah Trump telah memberi sinyal bahwa pendanaan ini akan digunakan sebagai alat tekanan untuk mendorong Mesir dan Yordania menerima pemindahan warga Palestina dari Gaza.
- Koperasi UEA dan Israel: Rencana UEA untuk melobi AS menunjukkan bahwa mereka mungkin akan berkolaborasi lebih erat dengan Israel untuk meminimalisir pengaruh Mesir dan Liga Arab terhadap proses rekonstruksi Gaza.
Sumber dari kalangan pejabat AS yang enggan disebutkan namanya menekankan, “UEA bukan satu-satunya negara yang menolak rencana Liga Arab, tetapi mereka berupaya yang paling keras untuk merobohkannya melalui administrasi Trump." Keberadaan UEA dalam dinamika ini menunjukkan bagaimana negara itu berusaha menempatkan diri sebagai pemain utama dalam politik kawasan, serta berpotensi merusak hubungan diplomatik yang sebelumnya terjalin dengan Mesir, negara yang memiliki peran kunci dalam stabilitas kawasan.
Sejumlah analis mengkhawatirkan bahwa lobi UEA ini dapat mengganggu proses perdamaian yang sudah lama terhenti antara Israel dan Palestina. Dengan adanya tekanan luar terhadap Mesir untuk menyerahkan rencananya, dikhawatirkan bahwa populasi Gaza akan semakin terpinggirkan, sementara kebijakan AS di bawah kepemimpinan Trump semakin memberikan peluang bagi agenda negara lain yang bertujuan mengambil kendali atas situasi di wilayah tersebut.
Situasi ini menjadi bukti nyata bahwa dinamika politik di Timur Tengah tidak hanya ditentukan oleh aktor lokal, tetapi juga oleh intervensi kekuatan besar seperti AS, yang dapat mengubah arah kebijakan suatu negara melalui bantuan finansial dan diplomasi. Pendekatan yang diambil oleh UEA patut dicermati, mengingat dampaknya tidak hanya bagi Gaza tetapi juga bagi hubungan internasional di kawasan yang rawan konflik ini.