Kekalahan Timnas Indonesia dengan skor 1-5 dari Timnas Australia dalam Kualifikasi Piala Dunia 2026 menuai banyak reaksi, terutama di kalangan masyarakat yang mengikuti sepak bola. Salah satu yang mengomentari situasi ini adalah Ustadz Harbatah, seorang konten kreator yang sering membagikan konten humor di media sosial. Dalam kesempatan yang berlangsung di bulan Ramadan ini, Harbatah berperan sebagai ustadz dan menjawab berbagai pertanyaan dari netizen mengenai isu-isu seputar puasa dan olahraga.
Dalam salah satu sesi Q&A di media sosial, seorang netizen menanyakan kepada Harbatah, “Pak Ustad, apakah menelan kekalahan sebelum berbuka dapat membatalkan puasa?” Pertanyaan tersebut terjawab dengan penuh humor dan keakraban oleh Harbatah, yang mengaitkan tema puasa dengan situasi yang dialami Timnas Indonesia.
Berdasarkan penjelasan Ustadz Harbatah, mengonsumsi sesuatu, termasuk minuman, dalam keadaan emosional yang berlebihan setelah menelan kekalahan bisa membatalkan puasa. “Menelan kekalahan apalagi sampai 5-1 bisa membatalkan puasa kita jika setelah menelan kekalahan lalu kita benar-benar emosi dan saking emosinya kita minum es teh manis yang ada di atas meja, maka itu bisa membatalkan puasa kita,” jelasnya. Tentu saja, pernyataan ini disampaikan dengan nada bercanda, mengingat bahwa puasa adalah ibadah yang penuh makna yang seharusnya dijalani dengan ketenangan.
Kekalahan yang dialami oleh Timnas Indonesia pada pertandingan melawan Australia cukup menyakitkan, terutama bagi para pendukung yang berharap banyak pada tim kebanggaan nasional. Menjelang pertandingan selanjutnya melawan Timnas Bahrain yang akan berlangsung di Stadion Utama Gelora Bung Karno pada 25 Maret 2025, Harbatah pun penuh harapan. “Jadi kita berharap semoga di pertandingan berikutnya kita masih bisa menang supaya berpeluang untuk masuk di Piala Dunia,” tambahnya.
Dari perspektif orang awam, ungkapan Ustadz Harbatah bukan hanya memberikan sentuhan humor, tetapi juga mencerminkan bagaimana banyak orang berusaha mengaitkan aspek kehidupan sehari-hari, termasuk olahraga, dengan konteks agama. Dalam budaya masyarakat Indonesia, sepak bola bukan sekadar olahraga, tetapi merupakan bagian dari identitas dan emosi kolektif, terutama ketika berhubungan dengan timnas.
Masyarakat menantikan bagaimana performa timnas pada pertandingan mendatang dan apakah mereka mampu bangkit dari kekalahan ini. “Tapi kalau masih kalah juga, ya kita tahu siapa yang harus disalahkan,” canda Harbatah, menunjukkan bahwa dalam setiap kekalahan, selalu ada pelajaran dan harapan untuk menjadi lebih baik.
Melihat reaksi publik terhadap kekalahan ini, terlihat bahwa sepak bola sering kali menjadi wadah bagi masyarakat untuk mengekspresikan harapan dan kekecewaan. Di sinilah para tokoh publik, seperti Ustadz Harbatah, memainkan peranan penting dalam menyampaikan pesan-pesan dengan cara yang lebih ringan dan mudah dicerna, terutama di bulan suci Ramadan yang sarat dengan nilai-nilai keagamaan.
Dengan semangat positif, harapan untuk pertandingan selanjutnya tetap tinggi, dan Timnas Indonesia diharapkan dapat membawa kebanggaan bagi bangsa. Waktu yang akan menjawab, apakah puasa semangat para pendukung dan timnas bisa berujung pada keberhasilan dan kemenangan yang dinanti-nantikan.