
Wakil Ketua Komisi VII DPR Evita Nursanty menekankan pentingnya penguatan industri dalam negeri sebagai respons terhadap penerapan tarif baru oleh Amerika Serikat. Kebijakan tarif tersebut, yang diumumkan oleh Presiden Donald Trump pada 2 April 2025, dikenakan kepada Indonesia dengan besaran nilai 32 persen. Langkah ini dipicu oleh defisit perdagangan AS terhadap Indonesia yang mencapai 14,34 miliar dolar AS pada tahun 2024.
Evita Nursanty, yang berasal dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), menyatakan bahwa saat ini adalah waktu yang tepat bagi pemerintah untuk fokus meningkatkan daya saing produk lokal. “Saran kami, sebaiknya pemerintah fokus dengan kondisi dalam negeri dan penguatan industri kita, karena semua negara akan mencari pasar besar untuk ekspor mereka, dan Indonesia menjadi salah satu tujuan utama. Ini sangat mengkhawatirkan, karena industri kita akan makin tertekan, dan taruhannya adalah lapangan kerja bagi tenaga kerja,” ujarnya.
Pentingnya penguatan industri dalam negeri, menurut Evita, dapat dilakukan melalui beberapa strategi. Pertama, pemerintah perlu memberikan insentif kepada industri yang terdampak oleh tarif agar tetap bersaing. Kualitas produk ekspor juga harus ditingkatkan dan hilirisasi industri menjadi salah satu langkah untuk memastikan ekspor bernilai tambah tinggi. Dengan demikian, produk lokal akan lebih berdaya saing di pasar internasional.
Selanjutnya, Evita menekankan pentingnya mengembangkan substitusi impor untuk mengurangi ketergantungan pada bahan baku atau barang impor. Salah satu kebijakan yang disebutkan adalah Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN), yang diharapkan dapat menjadi perisai bagi industri untuk meningkatkan daya saing dan membuka peluang kerja.
Evita juga mendesak pemerintah agar segera mengambil langkah strategis seperti melakukan negosiasi dan diplomasi perdagangan dengan AS. “Kita meminta komunikasi terus dilakukan dengan pemerintah AS di berbagai tingkatan untuk merundingkan tarif dan mencari solusi terbaik,” tambahnya.
Koordinasi dengan negara-negara yang terkena dampak tarif juga dinilai penting. Forum internasional seperti WTO dan ASEAN bisa dijadikan solusi untuk menekan AS agar mempertimbangkan kembali kebijakan tarif tersebut. Selain itu, Indonesia disarankan untuk memperluas pasar ekspor ke negara lain seperti Uni Eropa, Timur Tengah, dan Afrika, guna mengurangi ketergantungan pada pasar AS.
Saat ini, Indonesia sangat bergantung pada pasar Amerika Serikat untuk produk-produk seperti mesin dan perlengkapan elektronik, pakaian, alas kaki, dan minyak kelapa sawit. Menurut data Kementerian Perdagangan, tiga negara utama – AS, China, dan India – memberikan kontribusi sebesar 42,94 persen dari total ekspor nonmigas Indonesia pada tahun 2024.
Evita menekankan, dengan baiknya hubungan perdagangan dengan China dan India, Indonesia perlu untuk terus mencari pasar baru dan membuka peluang ekspor baru agar produk ekspor tetap aman ketika terjadi masalah di pasar internasional. “Dengan langkah-langkah ini, kita dapat memperkuat industri dalam negeri dan memastikan keberlangsungan ekonomi kita di tengah tantangan global,” pungkasnya.
Sebagai langkah proaktif, penguatan industri dalam negeri bukan hanya menjadi tanggung jawab pemerintah, namun juga memerlukan kolaborasi dari semua pemangku kepentingan untuk mencapai hasil yang optimal dalam masa yang penuh tantangan ini.