Wamenaker: Mental Pejabat Rentan Disogok Usik Hukum Indonesia

Wakil Menteri Ketenagakerjaan Indonesia, Immanuel Ebenezer, baru-baru ini mengungkapkan keprihatinan mengenai mentalitas pejabat pemerintah yang dianggap mudah disogok dan terjerumus dalam praktik korupsi. Menurutnya, sikap ini telah merusak cita-cita penegakan hukum yang menjadi salah satu hasil dari reformasi 1998. Dalam sebuah acara yang disiarkan di iNews, ia menekankan pentingnya mengkritisi mental pejabat yang tidak mematuhi hukum dan integritas.

“Problemnya adalah kita harus mengkritik mental pejabat kita yang mudah disogok, yang mudah korup, yang akhirnya merusak hukum kita. Selama ini, cita-cita reformasi 1998 salah satunya adalah penegakan hukum, tetapi mentalitas ini justru merusak,” tegas Ebenezer. Pernyataan ini mengundang perhatian, mengingat tantangan berat yang dihadapi oleh pemerintahan saat ini dalam membangun sistem hukum yang kuat dan menegakkan keadilan.

Ebenezer juga mencermati situasi pemerintahan di bawah Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka. Ia menilai bahwa untuk dapat memberantas korupsi dan menegakkan hukum secara efektif, diperlukan penegak hukum yang tangguh. “Kita butuh TNI yang kuat, polisi yang kuat, dan jaksa yang kuat,” lanjutnya. Penegasan ini mencerminkan kesulitan yang dihadapi oleh Indonesia dalam mengatasi praktik korupsi yang merugikan masyarakat luas.

Dalam pembicaraannya, Wakil Menteri Ketenagakerjaan itu juga menyoroti dampak nyata dari korupsi, terutama dalam dunia ketenagakerjaan. Dia mengingatkan soal pemutusan hubungan kerja (PHK) yang terjadi di berbagai sektor, salah satunya adalah Sritex, yang dilaporkan mengalami kesulitan finansial hingga dipailitkan. “Sritex itu gagal bayar berkali-kali, kemudian dipailitkan. Sejak Oktober, saya berupaya agar jangan sampai ada PHK. Alhamdulillah, hari ini kawan-kawan yang di-PHK akhirnya mendapatkan hak dan kewajibannya,” ujar Ebenezer.

Tak hanya isu PHK, pemerintahan juga dihadapkan pada tantangan untuk menciptakan lapangan kerja baru. Dalam hal ini, dia memberikan contoh positif dari industri otomotif di Subang, yang diharapkan dapat membuka hingga 80.000 lapangan kerja baru. Di sisi lain, adanya praktik premanisme dan calo-calo lapangan kerja menjadi tantangan tersendiri yang harus diatasi, agar masyarakat tidak kesulitan dalam mencari pekerjaan.

Adapun pernyataan Ebenezer ini mencerminkan kekhawatiran akan kondisi hukum dan sosial yang melanda Indonesia saat ini. Korupsi yang merusak integritas lembaga pemerintahan menjadi salah satu fokus utama dalam diskusi tentang bagaimana meningkatkan kualitas sistem hukum. Melihat kondisi ini, semua pihak diharapkan dapat berkontribusi dalam menciptakan lingkungan yang bersih dari praktik korupsi, demi keadilan dan kesejahteraan masyarakat.

Kekhawatiran akan mentalitas korupsi di kalangan pejabat juga mendorong masyarakat untuk lebih aktif dalam melakukan pengawasan dan memberikan masukan kepada pemerintah. Tentu saja, hal ini membutuhkan kolaborasi antara berbagai elemen, mulai dari masyarakat sipil hingga aparat penegak hukum itu sendiri, untuk menciptakan Indonesia yang lebih baik dan bersih dari korupsi.

Dengan semangat ini, diharapkan bahwa langkah-langkah perbaikan hukum dan reformasi di sektor ketenagakerjaan dapat terus berlanjut, serta diimbangi dengan upaya pencegahan terhadap praktik-praktik korupsi yang merugikan. Sehingga, visi untuk mewujudkan Indonesia yang adil dan sejahtera dapat terwujud, menjadikan keadilan hukum sebagai pilar utama bagi seluruh warganya.

Berita Terkait

Back to top button