Warga AS Borong Beragam Produk China Melalui TikTok dan Amazon!

Warga Amerika Serikat (AS) saat ini terlihat berbondong-bondong membeli produk asal China melalui platform e-commerce seperti TikTok Shop dan Amazon. Fenomena ini menyusul pengumuman tarif impor yang dikenakan oleh pemerintahan Presiden Donald Trump, yang memicu kecemasan di kalangan konsumen akan potensi kenaikan harga di masa depan.

Moen, seorang wanita berusia 29 tahun yang sedang hamil, menjadi salah satu konsumen yang mengambil langkah proaktif dengan membeli produk bayi yang diproduksi di China. “Saya khawatir harga saat ini sebesar USD200 bisa menjadi lebih mahal,” ujarnya. Situasi ini mencerminkan bagaimana perang dagang antara Washington dan Beijing telah memengaruhi perilaku belanja masyarakat, di mana banyak yang merasa perlu segera berbelanja sebelum harga barang-barang naik lebih lanjut.

Tak hanya Moen, Tom Barnard, seorang direktur pemasaran dari Texas, juga melakukan pembelian penting baru-baru ini. Ia mendampingi ibunya dalam membeli iPhone 16 dan mengakui bahwa mereka menghabiskan sekitar USD650 di Walmart sebagai bentuk antisipasi terhadap tarif tinggi yang mungkin akan meningkatkan biaya barang kebutuhan sehari-hari. “Menurut saya lebih baik membeli ponsel pintar sekarang karena saya khawatir Apple akan menaikkan harganya. Perang dagang dengan China mungkin akan berlangsung hingga akhir tahun ini,” tuturnya.

Fenomena panic buying ini juga meluas ke perencanaan hadiah Natal. Banyak orang tua mulai mendiskusikan hadiah untuk anak-anak mereka sekitar delapan bulan sebelum acara tersebut, dengan tujuan menghindari harga yang lebih mahal saat mendekati hari perayaan. Mereka memanfaatkan platform media sosial seperti Facebook untuk bertukar ide mengenai jenis hadiah yang sesuai dengan anggaran.

Bree Chaudoin, seorang konsumen berusia 47 tahun, menggambarkan langkah-langkah yang diambilnya untuk bersiap menghadapi tarif baru. Ia membeli iPhone baru tidak lama setelah pemilihan presiden November lalu, mengantisipasi tarif yang akan diberlakukan. “Saya mencoba membeli produk lokal, tetapi harganya jauh lebih mahal. Bagi saya, lebih baik membeli barang serupa buatan China,” jelasnya. Chaudoin juga memborong beberapa produk lainnya, termasuk tenda atap senilai USD1.500 dari platform seperti Temu dan AliExpress.

Lonjakan penjualan pada produk-produk China ini telah memberikan keuntungan bagi beberapa perusahaan. Namun, para analis ritel memperingatkan bahwa ada kekhawatiran tentang dampak jangka panjang jika daya beli konsumen menurun. Inflasi yang meroket telah membuat banyak rumah tangga merasa tertekan, dan banyak ekonom di Wall Street memperkirakan adanya risiko resesi yang akan datang.

Survei yang dilakukan juga menunjukkan bahwa sentimen konsumen memburuk, mengingat kekhawatiran mereka akan inflasi yang terus meningkat. Kesadaran ini semakin mendorong warga untuk berbelanja lebih awal, baik di TikTok maupun Amazon, sebelum harga barang-barang impor jatuh lebih jauh.

Sebagai respons terhadap situasi tersebut, platform e-commerce yang menawarkan produk-produk dari China semakin populer, bahkan ketika beberapa konsumen tetap berusaha untuk memilih barang-barang lokal. Dengan berbagai produk yang tersedia dengan harga lebih terjangkau, banyak konsumen merasa bahwa keputusan untuk membeli barang-barang impor menjadi pilihan yang lebih praktis dalam menghadapi ketidakpastian ekonomi.

Dengan perkembangan ini, jelas bahwa perang perdagangan antara AS dan China tidak hanya berdampak pada hubungan diplomatik kedua negara, tetapi juga mempengaruhi pola konsumsi dan perilaku belanja warga AS di era digital ini. Seiring dengan berjalannya waktu, bagaimana pemerintah dan konsumen menyikapi situasi ini akan menjadi penting untuk dipantau dalam konteks perubahan pasar yang lebih luas.

Berita Terkait

Back to top button