Sains

Warga AS Keluhkan Perubahan TikTok Usai Blokir Dibuka, Banyak Sensor!

Pengguna TikTok di Amerika Serikat mengeluhkan perubahan yang signifikan dalam pengalaman menggunakan aplikasi tersebut setelah platform ini kembali beroperasi pasca penutupan yang dipicu oleh pemerintah. Sebelumnya, TikTok, yang dimiliki oleh perusahaan China ByteDance, sempat diblokir di AS karena kekhawatiran mengenai keamanan data pribadi. Setelah perintah Presiden Donald Trump untuk membuka kembali aplikasi tersebut, banyak pengguna merasa bahwa kebebasan berekspresi di platform ini telah berkurang drastis.

Beberapa pengguna melaporkan adanya peningkatan moderasi konten dan sensor di TikTok setelah aplikasi tersebut dibuka kembali. Mereka menyatakan bahwa siaran langsung dan berbagai jenis konten kini lebih sering dihapus atau ditandai karena dugaan pelanggaran pedoman komunitas. Sekilas penggunaan aplikasi yang kembali beroperasi ini menunjukkan perbedaan nyata, terutama dalam cara algoritma dan kebijakan moderasi konten berfungsi.

Sebagai contoh, pengguna melaporkan bahwa mereka kini melihat lebih banyak peringatan tentang misinformatif dan permintaan untuk memeriksa sumber dari informasi yang mereka terima. Selain itu, ada pula penghapusan komentar yang dianggap sensitif, seperti frasa “Free Palestine” dan “Free Luigi,” yang sebelumnya tidak mendapatkan perhatian khusus dari sistem moderasi TikTok.

Dalam pernyataannya kepada Reuters, TikTok menegaskan bahwa tidak ada perubahan dalam kebijakan atau algoritma mereka. Mereka berusaha untuk memulihkan layanan di AS dan memperingatkan pengguna tentang potensi ketidakstabilan selama proses ini. “Kami bekerja keras untuk memulihkan operasi kami di AS kembali normal, yang dapat memengaruhi fitur TikTok atau akses pengguna ke aplikasi,” jelas mereka.

Namun, klaim tersebut tampaknya tidak sejalan dengan pengamatan para pengguna. Beberapa konten yang keluar dari norma atau yang bersifat kritis terhadap pemerintah mengalami pembatasan yang kuat. Pat Loller, seorang komedian dan pembuat konten, mengungkapkan kekecewaannya setelah video satirnya yang menanggapi perilaku Elon Musk di acara pelantikan ditandai sebagai misinformasi. “Dikatakan ‘berbagi dibatasi pada satu obrolan dalam satu waktu’,” tuturnya, menunjukkan betapa ketatnya sensor yang diterapkannya.

Pengguna lain, Lisa Cline, juga mengalami kesulitan saat mencoba mengunggah video yang mengkritik Trump. Dia mengungkapkan bahwa TikTok menolak video tersebut selama enam kali percobaan dan berharap agar platform lain dapat memuat kontennya. Situasi ini semakin mempertegas persepsi bahwa TikTok telah menjadi lebih terkendali dan terbatas dalam hal kebebasan berpendapat.

Laporan lain juga menyebutkan nasib kurang menguntungkan bagi pengguna seperti Danisha Carter, yang akunnya ditangguhkan secara permanen setelah pelanggaran yang tidak dijelaskan. Kejadian ini menambah daftar kekhawatiran yang dirasakan oleh pengguna saat kembali merasakan eksplorasi di platform yang selama ini mereka andalkan untuk berbagi pandangan dan konten kreatif.

Tindakan moderasi yang lebih ketat ini tentunya menimbulkan pertanyaan tentang arah platform media sosial di bawah tekanan dari pemerintah dan bagaimana kebijakan privasi serta cukup kuat untuk menjaga biaya akses informasi dan kebebasan berbicara. Dalam konteks yang lebih luas, masalah ini membawa perhatian pada tantangan yang dihadapi pengguna di AS ketika mencoba menjalani interaksi digital yang bebas.

Dengan semakin banyak pengguna yang melontarkan keluhan mengenai sensor yang ketat, TikTok berada di bawah tekanan untuk menjelaskan situasi tersebut dan mempertimbangkan respons yang lebih positif untuk menyikapi keluhan yang berkembang. Sebagai salah satu platform paling populer saat ini, penting bagi TikTok untuk menjaga kepercayaan dan kepuasan pengguna, sembari tetap beroperasi dalam kerangka peraturan yang ketat yang ditetapkan oleh pemerintah.

Maya Putri adalah seorang penulis di situs Media Massa Podme. Podme.id adalah portal berita informasi dan aplikasi podcast gaya hidup dan hiburan terdepan di Indonesia.

Berita Terkait

Back to top button