
Gaza, Podme.id – Krisis kemanusiaan yang melanda Jalur Gaza semakin parah akibat keterbatasan pasokan medis dan darah. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyampaikan bahwa saat ini, Gaza hanya memiliki kurang dari 500 unit darah di bank darahnya, sementara kebutuhan minimum mencapai 4.500 unit setiap bulannya. Jumlah yang ada jauh dari cukup untuk mengatasi berbagai kasus darurat yang terus meningkat, termasuk trauma akibat konflik, operasi, dan persalinan rumit yang memerlukan perhatian medis segera.
Perwakilan WHO di Palestina, Richard Peeperkorn, mengungkapkan dalam pengarahan kepada PBB di Jenewa bahwa jumlah korban luka dari serangan yang terus berlangsung semakin terus bertambah, sementara kemampuan untuk merawat mereka semakin menyusut. “Lebih dari separuh rumah sakit yang menangani pasien trauma telah mengalami tingkat hunian tempat tidur di atas 80%,” ungkap Peeperkorn. Keadaan ini mengakibatkan banyak pasien tidak mendapatkan layanan yang layak karena keterbatasan ruang dan fasilitas.
Krisis ini tidak hanya terbatas pada stok darah, namun juga mengancam ketersediaan peralatan medis. WHO melaporkan bahwa pasokan alat fiksator eksternal untuk menangani patah tulang telah habis sepenuhnya. Selain itu, cairan infus dan antibiotik yang sangat dibutuhkan untuk mengobati pasien luka juga semakin sulit diperoleh. Peeperkorn menekankan, “Ini benar-benar situasi yang sangat mendesak.” WHO telah siap untuk mengirimkan pasokan yang diperlukan, namun izin untuk memasukkan bantuan tersebut belum diberikan hingga saat ini.
Hambatan untuk mengerahkan tim medis internasional menjadi hal yang sangat mengkhawatirkan. Sejak 18 Maret 2025, hanya enam tenaga medis darurat yang diizinkan masuk ke Gaza, sementara 34 tenaga medis lainnya masih menunggu izin di Yordania. Pengerahan dokter spesialis, termasuk ahli bedah vaskular, juga mengalami penolakan, dengan tingkat penolakan untuk tim medis yang ingin membantu meningkat hingga 40-50%.
Proses evakuasi medis pun terhambat. Peeperkorn menjelaskan bahwa evakuasi pasien yang membutuhkan perawatan lebih lanjut di luar Gaza terhenti sejak penutupan perbatasan Rafah. Saat ini, pengalihan pasien hanya dapat dilakukan secara terbatas melalui pos perbatasan Kerem Shalom, yang semakin memperburuk kondisi mereka.
Krisis kemanusiaan ini semakin diperparah oleh serangan udara yang dilancarkan oleh militer Israel pada 18 Maret, yang menewaskan sedikitnya 855 orang dan melukai hampir 1.900 lainnya. Serangan tersebut telah menghancurkan kesepakatan gencatan senjata yang sebelumnya dicapai pada bulan Januari. Sejak Oktober 2023, lebih dari 50.000 warga Palestina dilaporkan tewas, sebagian besar di antaranya adalah perempuan dan anak-anak. Dengan lebih dari 113.900 orang yang mengalami luka-luka akibat serangan yang terus berlanjut, situasi di Gaza semakin memprihatinkan.
WHO terus mendesak semua pihak terkait untuk memberikan akses bantuan segera ke wilayah tersebut. Dengan adanya krisis persediaan darah dan obat-obatan yang mendesak, setiap hari menjadi semakin penting bagi komunitas internasional untuk memahami dan merespons situasi yang berkembang di Gaza. Tanpa dukungan dan sumber daya yang memadai, kehidupan banyak orang di Jalur Gaza berisiko tinggi, dan masa depan pelayanan kesehatan di wilayah tersebut menjadi semakin suram.