
Yayasan Sudamala Bumi Insani (SBI) telah mengukuhkan komitmennya untuk memberdayakan masyarakat Sumba dengan memberikan dukungan kepada program English Goes to Kampung (EGK). Dukungan ini bertujuan untuk meningkatkan keterampilan berbahasa Inggris di kalangan masyarakat lokal, yang menjadi kunci dalam menyongsong perkembangan sektor pariwisata yang semakin pesat di wilayah tersebut. Komitmen ini ditandai dengan penandatanganan Nota Kesepahaman (MoU) antara Yayasan SBI dan pendiri EGK, Asti Kulla, sekaligus memberikan bantuan finansial selama dua tahun ke depan.
Penyerahan bantuan ini tidak hanya terfokus pada pengajaran bahasa Inggris, tetapi juga akan mencakup program turunannya yang ditujukan untuk menangani isu kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), sebuah masalah sosial yang masih mengancam di Sumba. Dengan langkah ini, Yayasan SBI menunjukkan perhatian yang mendalam terhadap tantangan-tantangan yang dihadapi masyarakat lokal.
Yayasan SBI didirikan sebagai wujud nyata dari komitmen Sudamala Resorts dalam memberikan dampak positif bagi komunitas di mana mereka beroperasi. Dalam melaksanakan misinya, Yayasan SBI berfokus pada empat pilar utama, yaitu:
1. Sosial & Kemanusiaan
2. Pendidikan & Ekonomi Produktif
3. Seni & Budaya
4. Lingkungan Hidup
Dukungan terhadap EGK termasuk dalam pilar Pendidikan & Ekonomi Produktif, yang bertujuan untuk mempersiapkan masyarakat agar lebih siap menghadapi dinamika sosial dan ekonomi, terutama di industri pariwisata yang sedang berkembang di Sumba.
Bahasa Inggris telah menjadi keterampilan yang dianggap esensial, terutama bagi masyarakat yang hidup di daerah dengan potensi wisata tinggi. Yayasan SBI berharap program EGK dapat membuka peluang lebih banyak bagi masyarakat lokal untuk berperan aktif dalam sektor pariwisata. Pendiri Yayasan SBI, Ben Subrata, menekankan pentingnya penguasaan bahasa Inggris sebagai langkah kunci dalam mempersiapkan Sumba untuk masa depan yang lebih cerah. “Pembelajaran bahasa Inggris di Sumba sangat membantu masyarakat beradaptasi dan terlibat dalam perkembangan pariwisata ke depan. Dengan keterampilan ini, mereka dapat berperan aktif dalam industri tersebut,” ungkapnya.
Dalam pandangannya, Sumba, serta Nusa Tenggara Timur (NTT) secara keseluruhan, harus dibangun dengan memanfaatkan potensi pariwisata yang ada. Oleh karena itu, komunitas terutama anak-anak perlu dipersiapkan untuk mampu memanfaatkan setiap peluang dalam pembangunan pariwisata daerah. Program EGK dinilai sebagai upaya konkret untuk mewujudkan perubahan tersebut, memungkinkan anak-anak setempat tidak hanya menjadi penonton dalam perkembangan pariwisata, tetapi juga pelaku utama.
Sri Nuka, Ketua Harian Yayasan SBI, menambahkan bahwa kemampuan berbahasa menjadi prasyarat penting bagi masyarakat lokal untuk memperoleh manfaat maksimal dari perkembangan industri pariwisata. “Bahasa Inggris adalah jembatan yang menghubungkan masyarakat Sumba untuk menikmati manfaat dari pariwisata. Dengan kemampuan yang baik dalam bahasa, mereka akan lebih percaya diri dalam bekerja, berwirausaha, dan berinteraksi dengan wisatawan.”
Asti Kulla, pendiri Yayasan EGK, juga menekankan pentingnya pemberdayaan perempuan dan anak perempuan sebagai langkah strategis untuk mengatasi isu-isu sosial yang dihadapi, termasuk kekerasan. “Pemberdayaan berbasis kearifan budaya lokal seperti Karaja Sumba dapat menciptakan kemandirian ekonomi dan memutus siklus kekerasan. Sejak 2015, kami telah mempengaruhi lebih dari 8.000 anak dan remaja di pulau Sumba,” ungkapnya.
Program English Goes to Kampung telah menunjukkan dampak positif bagi keterampilan bahasa Inggris anak-anak dan pemuda di desa-desa. Dengan dukungan dari Yayasan SBI, jangkauan program ini diharapkan dapat lebih luas dan memberikan manfaat yang lebih besar bagi masyarakat Sumba. Komitmen jangka panjang Yayasan SBI dalam membantu program-program pemberdayaan masyarakat menjadikannya sebagai pelopor dalam menciptakan perubahan yang berkelanjutan di Sumba, mendorong masyarakat untuk berkembang dan berdaya saing.