Zat Besi: Kunci Tumbuh Kembang Anak, Kekurangan Sebabkan Stunting

Kekurangan zat besi menjadi salah satu masalah gizi yang signifikan bagi anak-anak di Indonesia. Data dari World Health Organization (WHO) menunjukkan bahwa satu dari tiga anak di bawah usia lima tahun di Indonesia mengalami anemia atau kekurangan darah. Anemia ini sering kali disebabkan oleh rendahnya asupan zat gizi, khususnya zat besi (Fe), yang memainkan peranan penting dalam pembentukan hemoglobin, sel darah merah yang mengangkut oksigen ke seluruh tubuh.

Asupan zat besi yang cukup sangat penting bagi pertumbuhan dan perkembangan otak anak. Berdasarkan rekomendasi, anak berusia 1 hingga 3 tahun disarankan mengonsumsi 7 mg zat besi per hari, sementara anak usia 4 hingga 6 tahun memerlukan 10 mg zat besi. Data dari survei gizi di Asia Tenggara menunjukkan bahwa sekitar 65,8% anak-anak di wilayah tersebut mengalami kekurangan zat besi, yang dapat berdampak buruk pada tumbuh kembang mereka.

Ada beberapa sumber makanan yang kaya akan zat besi, seperti daging merah, unggas, dan ikan yang mengandung zat besi heme, serta sayuran, kacang-kacangan, biji-bijian, dan sereal yang mengandung zat besi non-heme. Penyerapan zat besi hewani lebih baik 2 hingga 3 kali lipat dibandingkan dengan zat besi non-hewani. Ini karena zat besi non-hewani sering kali terikat oleh polifenol yang terdapat dalam teh, kopi, dan coklat, serta fitat dalam biji-bijian, yang dapat menghambat penyerapan zat besi.

Menurut Dr. dr. Dian Novita Chandra, M.Gizi, seorang dokter gizi medis, untuk meningkatkan penyerapan zat besi, orang tua disarankan untuk memberikan jeda antara waktu makan dan konsumsi minuman seperti teh atau kopi. “Cara penyerapannya agar lebih baik adalah selalu konsumsi bersama dengan vitamin C untuk meningkatkan penyerapan dua kali lipat, atau bisa juga dijeda. Jadi jika ingin minum teh atau kopi, berikan jarak sekitar 1-2 jam dengan makan,” ungkapnya dalam diskusi bertema “Optimalkan Zat Besi, Dukung Kepintaran Anak Generasi Maju”.

Gejala kekurangan zat besi pada anak bisa beragam dan sering kali tidak spesifik, meliputi sulit berkonsentrasi, pucat, lemah, lesu, dan indra perasa yang bermasalah, yang pada gilirannya dapat menurunkan nafsu makan. Kondisi ini memperburuk risiko penyakit, membuat berat badan tidak naik, dan menghambat pertumbuhan serta perkembangan anak. Hal ini juga berkaitan erat dengan masalah stunting, di mana pertumbuhan fisik anak terhambat.

“Jadi kaitannya dengan stunting terlihat jelas, karena pertumbuhan fisiknya juga terhambat,” tambah Dr. Dian. Kekurangan zat besi menyebabkan penurunan kadar hemoglobin dalam darah yang dapat berujung pada anemia defisiensi besi. Pencegahan anemia pada anak dapat dilakukan dengan memastikan mereka mengonsumsi cukup makanan yang kaya akan zat besi dan protein hewani untuk mempermudah proses penyerapannya. Menambahkan susu pertumbuhan yang diperkaya zat besi juga dapat menjadi pilihan yang baik.

Namun, hasil wawancara yang dilakukan oleh tim dari SGM Explore mengungkapkan bahwa sekitar 50% ibu masih belum memahami pentingnya zat besi dalam mendukung kecerdasan anak. Edukasi mengenai pentingnya asupan zat besi perlu terus dilakukan agar masyarakat lebih sadar akan gizi yang dibutuhkan anak-anak mereka.

Ketidakpahaman akan pentingnya zat besi dan dampaknya terhadap tumbuh kembang anak berpotensi memperburuk situasi gizi anak di Indonesia. Oleh karena itu, keterlibatan orang tua dan masyarakat dalam mengenali serta memenuhi kebutuhan nutrisi anak sangatlah krusial untuk mencegah masalah stunting dan mendukung perkembangan optimal bagi generasi mendatang.

Berita Terkait

Back to top button