Kasus campak tengah mengalami lonjakan yang signifikan di berbagai negara tetangga Indonesia, termasuk Vietnam dan Thailand, di mana angka infeksi telah meroket dalam waktu singkat. Data dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menunjukkan bahwa antara Januari hingga Februari 2025, sebanyak 3.098 kasus campak dilaporkan di seluruh dunia. Penyakit yang dikenal sangat menular ini kini menjadi ancaman global, dan dapat menyebar dengan sangat cepat di komunitas yang memiliki cakupan vaksinasi rendah.
Di Vietnam, jumlah kasus campak melambung hingga 6.725 kasus pada 2024, meningkat lebih dari 130 kali lipat dibandingkan tahun sebelumnya. Thailand juga tidak ketinggalan, dengan lonjakan dari hanya 38 kasus pada 2023 menjadi 7.507 kasus pada 2024. Lonjakan yang dratis ini menunjukkan adanya kegagalan dalam program imunisasi di wilayah tersebut, serta meningkatnya mobilitas masyarakat pasca-pandemi.
Australia pun terkena dampak lonjakan ini, terutama di Negara Bagian Victoria, dengan 57 kasus campak dilaporkan pada tahun 2024, naik dari 26 kasus di tahun sebelumnya. Peningkatan ini sebagian besar disebabkan oleh peningkatan wisatawan yang kembali dari negara-negara terinfeksi, termasuk Vietnam. WHO memperingatkan bahwa tingkat cakupan vaksinasi yang rendah dapat memperburuk penyebaran penyakit ini, dengan satu orang yang terinfeksi dapat menularkan virus kepada hingga sembilan orang lainnya yang belum divaksinasi.
Kenyataan bahwa campak merupakan virus yang sangat menular berkontribusi besar terhadap penyebaran yang cepat ini. Penyakit ini menyebar melalui udara ketika seseorang yang terinfeksi bernapas, batuk, atau bersin. Virus ini juga dapat bertahan di permukaan dan menyebar melalui sentuhan. Universitas McGill di Kanada menyebut campak sebagai salah satu penyakit manusia paling menular, dan CDC dari Amerika Serikat menegaskan perlunya cakupan vaksinasi di atas 95 persen untuk menciptakan kekebalan kelompok yang efektif.
Beberapa faktor yang menyebabkan lonjakan kasus campak antara lain:
-
Keraguan terhadap vaksin: Beberapa orang tua yang ragu terhadap vaksinasi anak mereka, terpengaruh oleh informasi salah yang beredar, menyebabkan cakupan imunisasi menjadi rendah.
-
Akses layanan kesehatan yang terbatas: Keterbatasan dalam akses ke layanan kesehatan di beberapa wilayah berkontribusi pada ketidakmampuan penduduk untuk mendapatkan vaksin.
-
Dampak pandemi Covid-19: Pandemi telah memperlambat program vaksinasi anak. Di Indonesia, contohnya, pada 2022, jumlah kasus campak mencapai 3.341—naik 32 kali lipat dibanding tahun sebelumnya.
- Mobilitas masyarakat: Setelah pembatasan perjalanan Covid-19 dicabut, mobilitas yang meningkat membawa risiko penyebaran penyakit dari satu negara ke negara lain, terutama di kawasan Asia Tenggara.
Menteri Kesehatan Indonesia, Budi Gunadi Sadikin, menekankan pentingnya pencegahan melalui vaksinasi lengkap agar anak-anak memiliki ketahanan tubuh yang cukup untuk melawan penyakit menular. Namun tantangan dalam mencapai cakupan vaksinasi yang tinggi tetap ada, mengingat banyak orang tua yang masih enggan untuk melakukan vaksinasi anak karena berbagai alasan.
Dengan informasi yang terus berkembang, penting bagi semua pihak, terutama pemerintah dan lembaga kesehatan, untuk meningkatkan kesadaran akan pentingnya vaksinasi. Masyarakat juga diimbau untuk tidak terpengaruh oleh informasi negatif seputar vaksin yang belum terbukti kebenarannya.
Kenaikan kasus campak yang terjadi ini adalah pengingat penting bahwa penyakit menular, terutama yang sangat mudah menular seperti campak, masih menjadi ancaman nyata bagi kesehatan masyarakat. Penanganan yang cepat dan tepat sangat diperlukan untuk mencegah penyebaran lebih lanjut, dan agar generasi mendatang dapat terlindungi dari ancaman penyakit ini.