Aleksandr Lukashenko Kembali Terpilih Presiden Belarusia Ketujuh

Presiden Belarusia, Aleksandr Lukashenko, kembali terpilih untuk memimpin negara tersebut dalam pemilihan umum yang dilaksanakan pada Minggu, 26 Januari 2025. Dengan hasil penghitungan cepat yang mengindikasikan kemenangan telak, Lukashenko dipastikan memperpanjang masa jabatannya hingga tujuh periode, sekaligus mempertahankan dominasi politiknya yang telah berlangsung selama lebih dari tiga dekade di negara bekas republik Soviet tersebut.

Menurut laporan yang dikutip dari kantor siaran negara Belta, Lukashenko memperoleh 86,82% suara dalam pemilihan yang penuh dengan kontroversi. Tidak ada kandidat lain yang berhasil meraih lebih dari 5% suara, menunjukkan ketidakmampuan saingan politiknya untuk memberi tantangan berarti. Kepala Komisi Pemilihan Umum Pusat, Igor Karpenko, menyatakan, "Anda dapat mengucapkan selamat kepada Republik Belarus, kami telah memilih seorang presiden," dalam konferensi pers pasca pemungutan suara pada 27 Januari.

Sejak menjabat sebagai presiden pertama dan satu-satunya setelah kemerdekaan pada tahun 1994, Lukashenko telah menghadapi berbagai tantangan, termasuk tuduhan penipuan dalam pemilihan umum sebelumnya. Pada 2020, pemilihan yang berlangsung menyulut protes besar-besaran di kalangan rakyat yang menolak hasil tersebut. Pemimpin oposisi, Svetlana Tikhanovskaya, yang mengklaim sebagai pemenang sah, terus berupaya mendapatkan dukungan dari komunitas internasional, menyebut dirinya sebagai “presiden terpilih” Belarusia.

Kembali terpilih dalam suasana yang penuh kritik ini, Lukashenko tetap menghadapi tuduhan dari negara-negara Barat yang menyebutnya sebagai diktator. Merespons label tersebut, dia mengakui adanya kediktatoran di Belarusia, tetapi membela pemerintahan yang dinilainya "stabil, aman, tertib, ramah, dan tamah". Dia mencatat pentingnya proses pemilihan yang sesuai dengan norma, menolak apa yang disebutnya sebagai "pertunjukan ala Amerika" yang memberikan inspirasi pada kekerasan di AS.

Meskipun menghadapi kritik domestik dan internasional, hubungan Lukashenko dengan Rusia tetap kuat. Belarus dan Rusia telah menjalin aliansi strategis yang semakin dalam sejak 1999, terutama sejak terjadinya konflik Ukraina pada tahun 2022. Kedua negara tersebut bekerjasama dalam bidang keamanan, dan pada tahun lalu mereka menandatangani perjanjian yang merespons penumpukan militer AS di Eropa. Perjanjian tersebut mencakup rencana untuk penempatan sistem rudal hipersonik Oreshnik baru Rusia di Belarus pada tahun 2025.

Pengembangan situasi di Belarusia pasca pemilihan ini mengundang perhatian global, karena banyak yang mengira masa depan politik Lukashenko akan penuh dengan tantangan. Berikut adalah poin-poin penting terkait terpilihnya Lukashenko sebagai presiden:

  1. Kemenangan Telak: Lukashenko mengantongi 86,82% suara.
  2. Dominasi Politik: Ini merupakan masa jabatan ketujuhnya sejak 1994, menandakan lebih dari 30 tahun kekuasaan.
  3. Tuduhan Kecurangan: Pemilihan umum sebelumnya pada tahun 2020 memicu protes besar-besaran dan tuduhan penipuan.
  4. Hubungan dengan Rusia: Belarusia mempertahankan aliansi strategis dengan Rusia, dan memperkuat kerjasama keamanan.
  5. Reaksi Global: Kritik dari negara-negara Barat terus berlanjut, meski Lukashenko mengakui sifat kediktatoran pemerintahannya.

Dalam konteks yang lebih luas, pemilihan ini tidak hanya mencerminkan dinamika politik internal Belarusia, tetapi juga memperlihatkan posisi negara dalam geopolitik Eropa. Selama tiga dekade kepemimpinannya, Lukashenko telah membentuk Belarusia menjadi sekutu penting Rusia, meskipun menghadapi tantangan besar dalam bentuk protes masyarakat dan tekanan luar negeri yang terus meningkat.

Exit mobile version