Anak Korban Penyiksaan di Nias Selatan Dipaksa Hidup di Kandang Ayam

Kasus penyiksaan anak di Kabupaten Nias Selatan, Sumatera Utara, kembali mencuat ke permukaan setelah seorang bocah perempuan berusia 10 tahun berhasil melarikan diri dari tempat penampungan yang tidak manusiawi. Berdasarkan laporan terbaru, korban tidak hanya mengalami penyiksaan, tetapi juga dipaksa tinggal di kandang ayam, sebuah kondisi yang mencerminkan perlakuan kejam yang dialami anak tersebut.

Kapolres Nias Selatan, AKBP Ferry Mulyana Sunarya, mengungkapkan bahwa keberanian si anak untuk melarikan diri menjadi titik terang dalam pengungkapkan kasus ini. “Kami telah mengumpulkan informasi terkait dugaan penganiayaan yang dialaminya. Korban sejak kecil ditinggal kedua orangtuanya yang merantau setelah perceraian,” jelas Ferry pada 28 Januari. Setelah ditinggal, pengasuhan beralih ke kakek dan neneknya, namun sayangnya, perlakuan buruk justru dialami oleh sang anak.

Dalam investigasi awal, polisi menemukan bahwa anak tersebut selama ini terpaksa tinggal di kandang ayam yang bahkan masih berisi ayam. Keadaan ini diketahui setelah si anak berhasil melarikan diri dan mengungkapkan penderitaannya kepada warga setempat. Beberapa warga mengaku sering melihat anak itu tidur dalam kondisi memprihatinkan di kandang tersebut.

Aksi penyiksaan yang dialami oleh korban tidak hanya sebatas penempatan di kandang ayam. Sepertinya, penganiayaan juga meliputi tindakan fisik yang ekstrem, termasuk diinjak-injak di bagian kakinya dan ditutup mulutnya dengan kain. Beberapa saksi bahkan mengonfirmasi bahwa mereka pernah melihat kondisi kaki si anak yang tidak normal, mengarah pada dugaan bahwa korban mengalami patah di beberapa bagian.

Kasus ini menarik perhatian publik setelah sebuah video menghebohkan di media sosial, yang menunjukkan kondisi si anak. Dalam video tersebut, terlihat kaki anak yang tampak cacat, serta informasi yang disampaikan oleh pemilik akun, Lider Giawa, bahwa penyiksaan berlangsung selama bertahun-tahun. “Penyiksaan ini bukan hanya dilakukan oleh satu orang, tetapi melibatkan beberapa anggota keluarga dekatnya,” ungkap Lider.

Masyarakat setempat pun sebelumnya telah melaporkan kondisi mengkhawatirkan si anak kepada Polres Nias Selatan. Namun, penanganan kasus tersebut sempat terhenti tanpa kepastian. Dengan adanya keberanian si anak untuk berbicara, pihak kepolisian berharap kali ini dapat mengungkap fakta-fakta secara jelas. “Kami berkomitmen untuk memberikan pendampingan kepada korban hingga kasus ini tuntas,” tambah AKBP Ferry.

Pihak kepolisian kini tengah menyelidiki berbagai aspek dari kasus ini. Sejumlah saksi telah diperiksa, termasuk keluarga dan warga sekitar, untuk mendapatkan gambaran utuh mengenai penganiayaan yang dialami korban. Meski proses hukum memerlukan waktu, harapan untuk keadilan bagi si anak tetap menjadi prioritas utama.

Kondisi ini menunjukkan perlunya perhatian lebih dari masyarakat dan pihak berwenang terhadap kasus-kasus serupa yang mungkin terjadi di lingkungan kita. Penyiksaan terhadap anak merupakan tindakan yang tidak bisa ditoleransi, dan kewajiban kita untuk melindungi hak-hak anak harus menjadi prioritas. Dengan adanya pengawasan yang lebih ketat dan pelaporan cepat, diharapkan tidak ada lagi anak yang menjadi korban kekerasan dalam bentuk apapun.

Investigasi terus berlanjut dan diharapkan dapat mengungkap pelaku kejahatan serta memberikan keadilan bagi si anak. Proses pemulihan dan pendampingan untuk korban juga menjadi bagian penting dalam penanganan kasus ini, agar ia dapat memperoleh kehidupan yang lebih baik di masa mendatang.

Exit mobile version