Skandal Sertifikat Laut Tangerang: Kades dan Oknum BPN Terlibat!

Koordinator Masyarakat Anti-Korupsi (MAKI), Boyamin Saiman, baru-baru ini melaporkan dugaan kasus korupsi terkait penerbitan surat hak guna bangunan (HGB) dan sertifikat hak milik (SHM) di perairan Laut Tangerang, Banten, ke Kejaksaan Agung (Kejagung). Laporan ini mengangkat isu serius mengenai kemungkinan sertifikat yang diterbitkan untuk lahan di atas laut yang seharusnya tidak dapat digalangkan klaimnya.

Dalam pengantarnya, Boyamin menyatakan bahwa terbitnya sertifikat di atas laut tersebut tidak dapat dibenarkan, mengingat adanya bukti historis yang menunjukkan bahwa lokasi tersebut dulunya merupakan empang atau lahan yang sekarang telah hilang. "Terbitnya sertifikat itu kan di atas laut. Saya meyakini itu palsu karena tidak mungkin bisa diterbitkan, apalagi data klaimnya berasal dari masa yang sangat lampau seperti tahun 1970 atau 1980," jelas Boyamin di Gedung Kejaksaan Agung pada Kamis, 30 Januari 2025.

Laporan yang disampaikan Boyamin tidak hanya menyasar oknum di Badan Pertanahan Nasional (BPN), tetapi juga melibatkan beberapa kepala desa dari kecamatan-kecamatan di Tangerang, termasuk Kecamatan Tronjo dan Kecamatan Pulau Cangkir. Menurut Boyamin, para kepala desa dan perangkat desa yang terlibat dalam pengurusan sertifikat tersebut antara tahun 2012 hingga 2023 harus bertanggung jawab.

Berikut adalah beberapa poin penting dari laporan tersebut:

  1. Pelibatan Oknum: Boyamin mengungkapkan bahwa sejumlah oknum di tingkat desa dan kecamatan, serta petugas BPN, terlibat dalam penerbitan sertifikat yang diduga cacat hukum.

  2. Alasan Keraguan: Sertifikat HGB dan SHM yang diterbitkan dianggap meragukan. Boyamin mengungkapkan bahwa akal-akalan mungkin terjadi di dalam proses penerbitan, mengingat proses hukum seharusnya mempertimbangkan kondisi geografis dan legalitasnya.

  3. Bukti yang Dihimpun: Boyamin membawa saksi dari kalangan warga, dokumen akta jual beli, dan keterangan dari Menteri ATR/BPN, Nusron Wahid, yang menyatakan bahwa beberapa sertifikat tersebut cacat baik secara formil maupun materiil.

  4. Pendapat Pihak Kejagung: Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung, Harli Siregar, mengonfirmasi bahwa laporan tersebut telah diterima dan akan dipelajari lebih lanjut. Ia menegaskan bahwa setiap laporan yang masuk akan dikaji untuk menentukan apakah terdapat indikasi pelanggaran hukum.

“Pengaduan ini tentu akan kami teliti. Setiap laporan harus melalui tahapan analisis untuk mengevaluasi apakah terdapat dalil hukum yang substansial,” ujar Harli.

Ketika laporan ini mencuat, banyak kalangan yang mengantisipasi langkah apa yang akan diambil oleh Kejaksaan Agung untuk menginvestigasi lebih lanjut. Secara khusus, laporan ini menyoroti bagaimana aturan-aturan pertanahan di Indonesia harus ditegakkan dengan ketat, dalam upaya mencegah praktik korupsi dan penyalahgunaan wewenang.

Dengan adanya tindakan ini, diharapkan semua pihak yang terlibat dalam pengurusan lahan dan penerbitan sertifikat di laut akan lebih berhati-hati. Peristiwa ini menjadi pengingat akan pentingnya transparansi dalam pengelolaan dan pemberian hak atas tanah di Indonesia, terutama terkait dengan wilayah perairan yang merupakan untuk umum. Apakah Kejaksaan Agung akan mengambil tindakan tegas terhadap dugaan ini, dan bagaimana implikasi hukum bagi para pelanggar, masih perlu ditunggu dalam perkembangan selanjutnya.

Exit mobile version