Pemerintah Amerika Serikat baru-baru ini memutuskan untuk menghentikan bantuan internasional yang bernilai miliaran dolar, sebuah langkah yang mulai menuai kritik dari berbagai kalangan. Sejumlah badan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) telah memperingatkan bahwa keputusan ini berpotensi menempatkan jutaan perempuan dan anak-anak di seluruh dunia dalam keadaan berbahaya. Penegasan ini datang setelah Presiden AS Donald Trump mengumumkan pemotongan besar-besaran terhadap anggaran bantuan internasional, yang selama ini menjadi salah satu pilar penting dalam upaya penanggulangan krisis kemanusiaan global.
Direktur Regional Dana Kependudukan PBB untuk Asia dan Pasifik, Pio Smith, mengungkapkan bahwa berbagai layanan yang didanai oleh bantuan AS, terutama yang menyasar perempuan dan anak-anak, kini terpaksa dihentikan. Dalam konteks Afghanistan, Pio Smith memprediksi bahwa kurangnya dukungan dari AS dalam jangka waktu tiga tahun ke depan bisa berakibat pada 1.200 kematian ibu dan 109.000 kehamilan yang tidak diinginkan. Sistim kesehatan yang sudah rentan dalam situasi krisis pun semakin terancam.
Sementara itu, Kantor Koordinasi Urusan Kemanusiaan PBB (OCHA) mencatat bahwa AS telah menjadi penyokong utama dalam program kemanusiaan global, mendanai sekitar 47% dari total program tersebut pada tahun 2024. "Hal ini menunjukkan betapa urgenya peran AS di tengah situasi global yang kian memperihatinkan," kata juru bicara OCHA, Jens Laerke. Tanpa intervensi yang tepat, jutaan individu di negara-negara berkembang akan mengalami dampak langsung yang merugikan.
Pemotongan bantuan ini tidak hanya berdampak pada kesehatan ibu dan anak, tetapi juga berpotensi memperburuk kondisi hidup masyarakat luas. Dengan kekurangan akses terhadap layanan kesehatan, perempuan berisiko melahirkan dalam kondisi tidak aman, yang dapat menimbulkan berbagai komplikasi kesehatan. Peristiwa ini juga mengarah pada meningkatnya angka kematian bayi baru lahir akibat kondisi yang seharusnya bisa dicegah.
Berikut adalah beberapa tantangan utama yang dihadapi oleh perempuan dan anak-anak di tengah krisis akibat pemotongan bantuan AS:
-
Keterbatasan akses layanan kesehatan: Banyak perempuan dipaksa melahirkan tanpa adanya bantuan medis, meningkatkan risiko komplikasi serius.
-
Kenaikan angka kekerasan berbasis gender: Dengan berkurangnya dukungan perlindungan, para penyintas kekerasan akan sulit mencari bantuan medis dan psikologis yang mereka butuhkan.
-
Kehilangan mata pencaharian: Banyak program bantuan yang berfokus pada pengembangan ekonomi dan pemberdayaan perempuan terancam berhenti, mempengaruhi kestabilan ekonomi keluarga.
-
Potensi meningkatnya kematian ibu dan anak: Tanpa adanya bantuan yang memadai, proyeksi kesehatan ibu dan anak di negara-negara berisiko akan semakin memburuk.
- Krisis pendidikan: Program pendidikan bagi anak-anak, terutama untuk kelompok rentan, kemungkinan besar akan terhenti akibat pendanaan yang tidak memadai.
Pio Smith berpendapat bahwa AS perlu mempertahankan posisinya sebagai pemimpin dunia dalam pembangunan global. Ketiadaan dukungan dari negara superpower ini akan menciptakan ripple effect yang berakibat fatal tidak hanya bagi perempuan dan anak-anak tetapi juga bagi stabilitas global secara keseluruhan. Penurunan komitmen bantuan internasional dari AS menunjukkan tantangan besar di hadapan kebutuhan mendesak untuk intervensi yang lebih efektif dalam penanganan krisis global.
Badan-badan internasional dan organisasi kemanusiaan lainnya terus menyerukan agar pemerintah AS mempertimbangkan kembali kebijakannya, mengingat dampak jauh yang ditimbulkan dari pemotongan anggaran bantuan. Permohonan ini bukan hanya untuk menyelamatkan nyawa, tetapi juga sebagai langkah vital untuk menawarkan harapan bagi jutaan orang yang terjebak dalam kondisi berbahaya akibat krisis yang semakin memburuk.