Bareskrim Polri melaksanakan tindakan hukum tegas terkait dugaan pemalsuan sertifikat hak milik (SHM) dan sertifikat hak guna bangunan (SHGB) di lokasi pagar laut perairan Tangerang, Banten. Pada Senin, 10 Februari 2025, tim penyelidik menyita 263 warkat yang diduga merupakan bagian dari praktik pemalsuan ini. Penyitaan ini dilakukan setelah penggeledahan di rumah Kepala Desa Kohod, Arsin.
Brigjen Djuhandani Rahardjo Puro, Direktur Tindak Pidana Umum (Dirtipidum) Bareskrim Polri, menjelaskan bahwa barang bukti yang disita mencakup berbagai benda, alat, dan dokumen yang digunakan untuk melakukan pemalsuan. “Kami telah mengirimkan barang bukti ini ke laboratorium forensik untuk diuji lebih lanjut,” ujar Djuhandani dalam konferensi pers yang diadakan pada Selasa, 11 Februari 2025.
Modus operandi dalam kasus pemalsuan ini terungkap lewat hasil penyelidikan yang menunjukkan bahwa para pelaku menggunakan surat palsu untuk mengajukan permohonan pengukuran dan pengakuan hak di kantor pertanahan Kabupaten Tangerang. Proses ini menggambarkan adanya unsur penipuan yang melibatkan dokumen resmi dan institusi pemerintah.
Menurut Djuhandani, sejumlah pihak diduga terlibat dalam penerbitan SHM dan SHGB palsu ini, namun identitas mereka belum diungkapkan ke publik untuk menjaga kerahasiaan proses penyidikan. “Kami memulai penyelidikan dari akar permasalahan, nantinya akan terungkap bagaimana penerbitan sertifikat ini berawal dari dokumen yang dikeluarkan oleh kepala desa,” ungkapnya.
Peristiwa ini menarik perhatian publik, terutama terkait dampak yang ditimbulkannya terhadap legalitas kepemilikan tanah di kawasan tersebut. Pemalsuan sertifikat tanah dapat menimbulkan kerugian signifikan bagi negara dan masyarakat, terutama para pemilik tanah yang selama ini merasa memiliki sah area yang semestinya tidak bermasalah.
Bareskrim Polri berkomitmen untuk menuntaskan kasus ini dan memastikan bahwa pelanggaran hukum mendapat sanksi yang tegas. Dalam waktu dekat, kepolisian akan melakukan gelar perkara untuk menentukan tersangka yang terlibat. “Jika alat bukti dan hasil pemeriksaan sudah cukup, kami akan segera menetapkan tersangka dan mengungkap keterlibatan pihak lainnya,” tegas Djuhandani.
Kasus pemalsuan sertifikat ini tidak hanya berpotensi merugikan individu yang terkait, tetapi juga menciptakan dampak yang lebih luas. Penegakan hukum dalam kasus ini akan menjadi salah satu cara untuk menjaga kepercayaan publik terhadap sistem hukum dan administrasi pertanahan di Indonesia. Dengan tindakan tegas yang diambil oleh Bareskrim, diharapkan kasus-kasus serupa tidak terulang di masa mendatang.
Seluruh perhatian kini tertuju pada proses hukum yang akan berlangsung dan bagaimana hasil penyelidikan ini akan mempengaruhi kebijakan di bidang pertanahan, serta upaya pemerintah dalam menertibkan administrasi sertifikasi tanah yang berkualitas dan tidak melanggar hukum.