Jakarta, Podme.id – Gejolak yang terjadi di pasar saham Indonesia saat ini dianggap bersifat temporer. Hal ini diungkapkan oleh Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia (BI), Destry Damayanti, dalam konferensi pers di Gedung Thamrin, Jakarta, pada Rabu (19/3/2025). Menurut Destry, tekanan yang terjadi di pasar saham bukan disebabkan oleh faktor-faktor mendasar ekonomi domestik, melainkan lebih banyak terkait dengan kondisi ekonomi global, terutama yang berhubungan dengan ekonomi Amerika Serikat (AS).
Dari data yang dirilis BI, tercatat bahwa sebanyak Rp 22 triliun modal asing keluar dari pasar saham Indonesia antara Januari hingga Maret 2025. Meskipun demikian, angka tersebut diimbangi oleh masuknya modal asing ke dalam Surat Berharga Negara (SBN) dan Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI) yang mencapai Rp 25 triliun. Ini menunjukkan bahwa minat investor asing tetap ada, meskipun terjadi pengeluan di pasar saham.
“Saham sangat sensitif terhadap sentimen ekonomi, baik global maupun domestik. Berbagai kebijakan dari Presiden AS Donald Trump, misalnya, dapat memberikan dampak besar terhadap perekonomian secara keseluruhan,” jelas Destry, menekankan pentingnya memahami hubungan antara kebijakan luar negeri dan sentimen pasar.
Sebagai langkah responsif, Bursa Efek Indonesia (BEI) juga melakukan langkah-langkah pengendalian dengan melakukan pembekuan sementara perdagangan (trading halt) saat Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) turun hingga 5%. Hal ini dilakukan pada pukul 11.19.31 waktu Jakarta Automated Trading System (JATS) sebagai tindakan pencegahan untuk menjaga stabilitas pasar.
Berikut adalah beberapa poin penting terkait gejolak pasar saham dan respons BI:
-
Gejolak Sementara: Destry menekankan bahwa kondisi saat ini bersifat sementara dan dipengaruhi oleh banyak faktor kejutan dari kebijakan ekonomi global.
-
Modal Asing: Meskipun terdapat pengeluaran modal asing sebesar Rp 22 triliun, masuknya modal baru melalui SBN dan SRBI dalam jumlah yang lebih besar menunjukkan daya tarik investasi di Indonesia tetap kuat.
-
Ketahanan Ekonomi: Destry meyakini bahwa fundamental ekonomi Indonesia masih kuat, sehingga investor tetap dapat percaya pada potensi jangka panjang pasar keuangan Indonesia.
-
Intervensi BI: Dalam upaya menjaga stabilitas nilai tukar rupiah, BI melaksanakan intervensi di pasar valas dan berkomitmen untuk terus hadir sebagai stabilisator di pasar keuangan domestik.
- Sentimen Global: Dampak dari kebijakan luar negeri AS, serta perubahan kebijakan domestik, berpotensi mempengaruhi sentimen investor, yang berdampak dominan pada fluktuasi harga saham.
Destry menambahkan bahwa Bank Indonesia akan memperkuat strategi stabilisasi nilai tukar yang sesuai dengan fundamental ekonomi. Langkah ini mencakup intervensi di pasar valas dan SBN di pasar sekunder untuk menunjukkan bahwa koreksi yang terjadi bersifat sementara.
“Bank Indonesia akan terus hadir di pasar untuk menunjukkan bahwa koreksi rupiah ini bersifat sementara,” tegasnya. Intervensi melalui transaksi spot, juga merupakan bagian dari strategi yang diambil untuk menjawab tantangan pasar saat ini.
Kondisi pasar keuangan yang berfluktuasi ini mencerminkan tantangan yang kompleks, baik dari dalam negeri maupun global. Meskipun demikian, BI tetap optimis bahwa fundamental ekonomi Indonesia yang kuat akan membantu menstabilkan kembali pasar saham dan memberikan kepastian bagi para investor di masa depan. Pelaku pasar diharapkan dapat tetap tenang dan terus memantau perkembangan untuk menyikapi situasi yang ada dengan bijak.