Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) baru-baru ini mengeluarkan peringatan dini terkait potensi pertumbuhan awan cumulonimbus yang dapat berpengaruh besar pada kegiatan penerbangan di Indonesia. Peringatan ini berlaku hingga 7 Februari 2025 dan menekankan pentingnya kewaspadaan untuk menghindari gangguan bagi armada penerbangan yang beroperasi di berbagai wilayah.
Deputi Bidang Meteorologi BMKG, Guswanto, menjelaskan bahwa fenomena awan cumulonimbus yang berpotensi muncul di atas wilayah Indonesia dikategorikan dalam dua tingkat kewaspadaan. Kategori pertama, yakni kategori okasional, mencakup area dengan pertumbuhan awan antara 50-75 persen. Wilayah-wilayah yang teridentifikasi dalam kategori ini meliputi Samudra Hindia, Selat Malaka, Aceh, Sumatera Utara, Laut Jawa, Bali dan Nusa Tenggara, Laut Banda, serta Papua Barat dan Papua.
“Untuk kepentingan penerbangan, kami prediksi ada dua kategori pertumbuhan awan cumulonimbus yang berlaku hingga 7 Februari 2025,” ungkap Guswanto dalam konferensi pers bertema Potensi Cuaca Ekstrem di Wilayah Indonesia yang diadakan pada Minggu, 2 Februari 2025.
Selain kategori okasional, terdapat juga kategori frekuen atau sangat tinggi, yang ditandai dengan cakupan awan lebih dari 75 persen. Cakupan ini dianggap sangat berbahaya untuk penerbangan. Wilayah-wilayah dengan kategori frekuen mencakup Samudra Hindia Selatan Jawa, Aceh, Laut Flores, Laut Banda, Samudra Pasifik Utara Papua, Laut Arafura, Laut Timur, dan Laut Sawu.
Guswanto juga menegaskan pentingnya kewaspadaan dari pihak maskapai penerbangan untuk mempertimbangkan informasi mengenai pertumbuhan awan ini demi keselamatan penerbangan. “Kategori lebih besar dari 75% atau frekuen adalah indikasi penting yang tidak bisa diabaikan dalam aktivitas penerbangan,” jelasnya.
Risiko yang ditimbulkan oleh awan cumulonimbus tidak hanya berdampak pada jalur penerbangan, tetapi juga dapat menyebabkan peningkatan tinggi gelombang di sejumlah perairan Indonesia. BMKG memprediksi bahwa dari malam 1 Februari hingga 5 Februari 2025, gelombang tinggi dapat mencapai ketinggian 4 meter, terutama di perairan Laut Jawa bagian timur.
Peringatan ini juga mencakup potensi fenomena serupa yang mungkin terjadi di lokasi-lokasi lain, termasuk Selat Makassar bagian selatan, perairan Sumbawa, Laut Maluku, Samudra Pasifik Utara Maluku, serta Laut Arafura bagian tengah dan timur. Hal ini seharusnya menjadi perhatian semua pihak, termasuk masyarakat yang beraktivitas di pesisir.
Dalam rangka mengurangi dampak yang dihasilkan oleh fenomena cuaca ekstrem ini, BMKG menghimbau pentingnya kolaborasi berbagai pihak, mulai dari pemerintah daerah, operator penerbangan, hingga masyarakat umum. Informasi yang akurat dan tepat waktu sangat penting untuk pengambilan keputusan, baik dalam dunia penerbangan maupun untuk kegiatan di daerah pantai yang mungkin terdampak oleh gelombang tinggi.
Sebagai respon terhadap situasi ini, BMKG telah memperkuat sistem pemantauan cuaca dan memberikan update rutin mengenai perkembangan cuaca di seluruh wilayah Indonesia. Dengan langkah ini, diharapkan pihak-pihak yang berkepentingan bisa mendapatkan informasi cepat dan akurat, sehingga risiko yang mungkin timbul akibat fenomena awan cumulonimbus dan gelombang tinggi dapat diminimalisir.
Kewaspadaan terhadap fenomena cuaca ekstrem adalah hal yang sangat penting, terutama bagi masyarakat dan pelaku industri penerbangan. Dengan lebih memahami potensi awan cumulonimbus dan pengaruhnya terhadap penerbangan, diharapkan keselamatan dan kenyamanan dapat terjaga, sambil tetap memperhatikan perubahan kondisi cuaca yang dapat terjadi sewaktu-waktu.