China saat ini sedang mengambil langkah signifikan dengan memulai penyelidikan terhadap Google, raksasa teknologi asal Amerika Serikat (AS), yang diduga melanggar undang-undang anti-monopoli di negara tersebut. Hal ini terungkap melalui pernyataan resmi dari Lembaga Regulasi Pasar China yang diterbitkan pada Selasa, 4 Februari 2025.
Penyelidikan terhadap Google ini tampaknya merupakan respons langsung terhadap kebijakan tarif impor baru yang dikenakan oleh AS. Washington baru-baru ini memutuskan untuk memberlakukan tarif sebesar 10 persen terhadap barang-barang dari China, yang dianggap oleh Beijing sebagai langkah yang merugikan. Dalam konteks ini, tindakan China jelas menunjukkan adanya ketegangan yang semakin berkembang antara kedua negara dalam bidang perdagangan dan teknologi.
“Dugaan pelanggaran ini berkaitan dengan Undang-Undang Anti-Monopoli Republik Rakyat China,” kata Lembaga Regulasi Pasar China. Pernyataan ini tidak hanya menunjukkan keseriusan China dalam menanggapi praktik monopolistik, tetapi juga menunjukkan bahwa Beijing bertekad untuk memastikan pasar domestiknya tetap kompetitif dan bebas dari dominasi pihak asing.
Langkah China tidak hanya terbatas pada penyelidikan terhadap Google. Negara tersebut juga mengambil tindakan terhadap perusahaan-perusahaan lain, seperti grup mode AS, PVH, yang memiliki merek terkenal seperti Tommy Hilfiger dan Calvin Klein. Selain itu, raksasa bioteknologi Illumina juga dimasukkan ke dalam daftar hitam, menandakan bahwa China bersiap untuk bertindak tegas terhadap perusahaan-perusahaan yang dianggap melanggar hukum perdagangan yang berlaku.
Sebagai bagian dari responnya terhadap tarif impor, China juga menerapkan tarif balasan terhadap sejumlah produk AS. Produk yang terkena dampak adalah komoditas energi yang penting, seperti minyak bumi, gas alam cair (LNG), dan batu bara. Kebijakan ini memperlihatkan bahwa China berusaha untuk melindungi kepentingan ekonominya yang lebih luas, sekaligus mempertahankan posisi tawar dalam negosiasi dengan AS.
Situasi ini terjadi di tengah pembicaraan yang lebih luas mengenai hubungan dagang antara kedua ekonomi terbesar di dunia. Tarif impor baru yang diberlakukan oleh AS mulai berlaku segera setelah ditandatangani pada 1 Februari 2025, hal ini menyusul penundaan tarif yang sama terhadap Meksiko dan Kanada, yang memenuhi sejumlah permintaan AS terkait pengawasan perbatasan.
Ketegangan ini semakin diperburuk oleh isu-isu lain yang berputar di antara kedua negara. AS sebelumnya telah meminta China untuk bertindak lebih agresif dalam mencegah peredaran obat fentanyl ilegal dan juga meminta klarifikasi mengenai langkah-langkah divestasi bisnis TikTok di tanah air mereka. Dalam konteks ini, Presiden AS, Donald Trump, berencana untuk mengadakan pembicaraan lebih lanjut dengan pemimpin China, Xi Jinping, untuk membahas berbagai isu penting yang dapat mempengaruhi hubungan kedua negara.
Seiring dengan berjalannya penyelidikan terhadap Google dan tindakan balasan terkait tarif, banyak pihak yang mengamati bagaimana perkembangan ini akan mempengaruhi pasar teknologi global dan hubungan perdagangan internasional di masa depan. Langkah China ini menunjukkan komitmen negara tersebut untuk melindungi industri dan pasar domestiknya dari pengaruh asing yang berpotensi mengganggu persaingan yang sehat.
Dalam menghadapi kenyataan bahwa ketegangan perdagangan ini tidak hanya berdampak pada perusahaan-perusahaan besar, tetapi juga pada konsumen di kedua negara, kontribusi terhadap perekonomian global dan stabilitas pasar internasional tetap menjadi perhatian utama. Dengan berbagai langkah yang diambil oleh baik China maupun AS, perkembangan selanjutnya akan sangat menarik untuk diikuti.