Duh! Google Ubah Sikap Soal AI Terlarang untuk Senjata

Google baru-baru ini mengumumkan penghapusan janji untuk tidak menggunakan teknologi kecerdasan buatan (AI) dalam aplikasi yang berpotensi berbahaya, seperti senjata dan sistem pengawasan. Pembaruan pada prinsip AI perusahaan ini menciptakan gelombang kekhawatiran di kalangan publik dan karyawan, yang sebelumnya berharap Google akan menjaga integritas sosialnya.

Dalam versi sebelumnya dari prinsip AI-nya, perusahaan teknoloji ini secara eksplisit menyatakan bahwa mereka tidak akan berupaya mengembangkan senjata atau teknologi yang digunakan untuk menyebabkan cedera secara langsung dan menghindari pengawasan yang melanggar norma internasional. Namun, sekarang, tujuan ini tidak lagi tercantum di situs web resmi Google yang membahas prinsip-prinsip AI mereka.

CEO Google DeepMind, Demis Hassabis, menjelaskan dalam sebuah pernyataan bahwa ada persaingan global yang semakin ketat dalam hal kepemimpinan AI, terutama di tengah situasi geopolitik yang kompleks saat ini. Dia menekankan pentingnya demokrasi dalam membentuk pengembangan AI dengan nilai-nilai seperti kebebasan, kesetaraan, dan penghormatan terhadap hak asasi manusia.

Pembaruan pada prinsip AI ini tampaknya mencerminkan ambisi Google untuk menyediakan teknologi dan layanan kecerdasan buatan kepada lebih banyak pengguna, termasuk pemerintah. Hal ini juga sejalan dengan meningkatnya persaingan antara Amerika Serikat dan China dalam sektor AI, yang semakin memanas. Google mengindikasikan bahwa mereka akan mempertimbangkan berbagai faktor sosial dan ekonomi dalam keputusan mereka, dengan catatan bahwa pengembangan AI akan dilakukan jika manfaat secara keseluruhan melebihi risiko yang ada.

Google dikenal karena penolakannya untuk memperpanjang kontrak dengan pemerintah AS yang disebut Project Maven, yang bertujuan untuk membantu analisis video drone melalui teknologi AI. Penolakan ini terjadi setelah banyak karyawan melakukan protes, dengan beberapa di antaranya bahkan memilih untuk mengundurkan diri. Namun, kini dengan perubahan kebijakan, situasi tampak berbeda. Sundar Pichai, CEO Google, tampaknya lebih agresif dalam mengejar kontrak pemerintah, yang menimbulkan kekhawatiran di kalangan staf terkait moralitas dan nilai-nilai perusahaan.

Berikut adalah beberapa poin penting terkait perubahan prinsip AI Google:

  1. Penghapusan Janji Anti-Senjata: Komitmen untuk tidak menggunakan teknologi AI dalam aplikasi yang berpotensi membahayakan, seperti senjata, dihapus dari situs resmi.

  2. Fokus Pada Komersialisasi: Google tampaknya berorientasi pada kepentingan bisnis untuk menyediakan teknologi AI kepada klien yang lebih luas, termasuk pemerintah.

  3. Ketegangan Internal: Pembaruan ini mungkin akan memicu ketegangan di dalam perusahaan, di mana beberapa karyawan merasa tidak nyaman dengan arah baru perusahaan.

  4. Persaingan Global: Demis Hassabis menyatakan bahwa ada tekanan dari kompetisi global dalam pengembangan AI, yang mungkin membuat perusahaan harus mengubah pendekatan mereka.

  5. Pertimbangan Etika dan Sosial: Prinsip baru menyatakan bahwa mereka akan melanjutkan pengembangan AI berdasarkan manfaat keseluruhan, mengindikasikan bahwa pertimbangan etika dan sosial akan tetap menjadi bagian dari proses.

  6. Protes yang Terjadi: Terdapat sejarah protes di dalam perusahaan terkait kontrak militer sebelumnya, yang meningkatkan sinyal bahwa perubahan ini bisa memicu reaksi serupa.

Menghadapi kondisi baru ini, para pegawai dan pengamat luar berharap untuk melihat bagaimana Google akan menyelaraskan langkah-langkah bisnisnya dengan nilai-nilai sosial dan etika yang dipegangnya. Dengan kawasan dunia yang terus berinovasi dalam teknologi AI, pergeseran ini tidak hanya berpengaruh bagi Google, tetapi juga bagi industri teknologi secara keseluruhan.

Exit mobile version