Gelaran IDE 2025: Indosat Tegaskan Adopsi AI Generatif Masif di RI

Gelaran Indonesia Data and Economic Conference (IDE) 2025 yang berlangsung di Jakarta pada tanggal 19 Februari 2024 lalu, menjadi ajang penting untuk membahas perkembangan teknologi, khususnya kecerdasan buatan (AI). Dalam acara tersebut, Lintasarta, anak usaha dari Indosat Ooredoo Hutchison, mengungkapkan bahwa adopsi teknologi AI generatif telah mengalami tren yang masif di Indonesia.

Berdasarkan survei yang dilakukan oleh Microsoft dan LinkedIn pada tahun 2024, sekitar 92 persen pekerja Indonesia sudah memanfaatkan AI Generatif. Angka ini jauh lebih tinggi jika dibandingkan dengan rata-rata pekerja di seluruh dunia yang hanya mencapai 75 persen. Selain itu, survei terbaru dari Podme Insight Center menunjukkan bahwa 83,6 persen masyarakat Indonesia sudah familiar dengan teknologi ini.

Dalam konteks pemanfaatannya, masyarakat sudah mengenal berbagai produk turunan dari AI, seperti:

1. Chatbot (36,9 persen)
2. CCTV yang dapat mengenali orang tidak dikenal (34,6 persen)
3. Aplikasi penghasil artikel otomatis (33,9 persen)

Bayu Hanantasena, President Director dan CEO Lintasarta, menekankan bahwa kemampuan adaptasi masyarakat Indonesia terhadap teknologi terbaru tergolong cepat. Meskipun demikian, ia menggarisbawahi pentingnya membangun dampak yang signifikan dari penerapan AI.

Indonesian memiliki sumber daya manusia yang cukup memadai untuk mengembangkan teknologi AI. Menurut perkiraannya, sekitar 5 persen dari total penduduk Indonesia adalah orang-orang yang mampu menciptakan inovasi teknologi. “Inovator di Indonesia jumlahnya pasti lebih besar secara absolut dibandingkan dengan seluruh penduduk Singapura,” ujarnya dalam konferensi tersebut. Namun, dalam hal kematangan teknologi AI, Indonesia masih tertinggal di belakang Singapura.

Untuk mengejar ketertinggalan tersebut, pembangunan kapabilitas talenta digital menjadi salah satu fokus utama. Dalam hal ini, Indosat Grup telah meluncurkan inisiatif melalui program Laskar AI, yang merupakan bagian dari Gerakan AI Merdeka. Program ini bertujuan untuk meningkatkan keterampilan talenta lokal di bidang AI di Indonesia dengan menyelenggarakan program beasiswa sebanyak 650 untuk mahasiswa, dosen, dan peneliti.

“Gerakan AI yang tujuannya untuk membangun kedaulatan AI sangat diperlukan,” jelas Bayu. Menciptakan solusi AI yang dibangun oleh orang Indonesia dan menggunakan infrastruktur lokal akan memperkuat daya saing Indonesia di bidang AI.

Menurut Bayu, perusahaan dan negara yang tidak memanfaatkan AI akan tertinggal. Hal ini sejalan dengan pernyataan Jensen Huang, CEO NVIDIA, yang menyatakan bahwa individu dan perusahaan yang menggunakan AI akan menggantikan yang tidak. Dengan demikian, untuk menjadi negara maju, Indonesia harus memperkuat posisinya di bidang AI.

Laporan dari Podme Insight Center mengakui bahwa Indosat telah menciptakan terobosan penting dalam adopsi AI di Indonesia. Dengan pendekatan inovasi yang tidak hanya berfokus pada teknologi, tetapi juga pada pengembangan ekosistem yang inklusif, Indosat berupaya menjadi “shaper” dalam bidang AI. Riset KIC menunjukkan bahwa pemanfaatan AI di Indonesia saat ini masih berada pada kategori “Taker”, yang artinya masyarakat baru menggunakan teknologi yang sudah ada tanpa menciptakan inovasi baru.

Di dalam kerangka McKinsey yang digunakan dalam penelitian tersebut, klasifikasi cukup jelas: Taker adalah pengguna yang tidak melakukan kustomisasi terhadap teknologi; Shaper adalah pengguna yang mampu memodifikasi teknologi; dan Maker adalah pengguna yang mampu menciptakan produk sendiri. Saat ini, Indonesia masih berada di fase awal, dan masih banyak tantangan yang harus dihadapi untuk berkembang menjadi “Shaper” atau “Maker” dalam ekosistem AI global.

Dari acara IDE 2025 ini, jelas terlihat bahwa Indonesia memiliki potensi besar untuk berkembang dalam sektor AI, asalkan ada dukungan dan investasi yang tepat dalam pengembangan talenta digital dan inovasi teknologi.

Exit mobile version