Guru Besar Institut Pertanian Bogor (IPB) Prof. Dwi Andreas Santosa mendesak pemerintah Indonesia untuk menghentikan impor sapi dari India. Permintaan ini muncul di tengah kekhawatiran akan wabah Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) yang kembali merebak di tanah air. Menurut Dwi, langkah menghentikan impor adalah salah satu cara untuk melindungi keberlangsungan kesehatan ternak dalam negeri, terutama menyusul adanya dugaan bahwa gelombang kedua wabah PMK ini berasal dari pembukaan pintu impor daging sapi dari negara yang belum bebas virus PMK, seperti India.
Dwi menjelaskan bahwa Indonesia telah dinyatakan bebas dari PMK sejak 1990, sementara India belum bebas dari penyakit tersebut. “Dugaan saya, penyebab gelombang pertama wabah ini merupakan akibat dari impor daging sapi dari India yang saat itu statusnya belum bebas PMK,” ujar Dwi dalam keterangan yang dirilis pada hari Sabtu, 1 Februari 2025. Ia menambahkan bahwa jika Indonesia ingin benar-benar terbebas dari PMK, maka pemerintah harus tegas dalam menerapkan kebijakan untuk tidak mengimpor dari negara-negara yang belum memiliki status bebas PMK.
Berdasarkan data, dampak wabah PMK di Indonesia cukup signifikan dengan penurunan populasi sapi perah. “Dari 580 ribu sapi perah pada tahun 2021, jumlahnya menyusut menjadi 507 ribu pada tahun 2022, yang berarti ada penurunan sekitar 80 ribu ekor sapi,” papar Dwi. Penurunan ini pun dianggap merugikan peternak dan berpotensi mengganggu sektor peternakan nasional.
Pemerintah sebelumnya tetap melanjutkan rencana impor daging meskipun wabah PMK masih mewabah. Deputy Bidang Ketersediaan dan Stabilisasi Pangan Bapanas, I Gusti Ketut Astawa, menyatakan bahwa pemerintah telah menugaskan BUMN Pangan untuk mengimpor daging kerbau dari India, dengan catatan keputusan resmi pemerintah yang masih belum diterbitkan.
Dwi menambahkan bahwa seharusnya pemerintah lebih perhatian terhadap dampak dari impor ini. “Keputusan untuk mengimpor harus mempertimbangkan kesehatan ternak domestik yang saat ini sangat rentan. Dengan adanya wabah ini, kita harus lebih berhati-hati dalam meningkatkan populasi serta keberlangsungan usaha peternakan,” ungkapnya.
Masyarakat pun mengharapkan keputusan pemerintah dapat sejalan dengan kepentingan peternak lokal. Penting bagi pemerintah untuk memahami bahwa keberhasilan sektor perternakan tidak hanya ditentukan oleh ketersediaan daging, tetapi juga oleh kesehatan populasi ternak yang ada di dalam negeri.
Pemerintah diharapkan dapat mempertimbangkan beberapa hal dalam pengambilan keputusan terkait impor sapi, antara lain:
1. Status bebas penyakit di negara asal impor.
2. Dampak ekonomi terhadap peternak lokal.
3. Kebijakan jangka panjang untuk ketahanan pangan nasional.
4. Perlindungan terhadap kesehatan ternak dalam negeri.
Sikap tegas ini diharapkan dapat membantu membangun kembali kepercayaan peternak serta meningkatkan populasi sapi perah di Indonesia. Dalam konteks yang lebih luas, langkah ini juga berpotensi untuk memperkuat ketahanan pangan serta mengurangi ketergantungan terhadap pangan impor.
Dengan situasi yang semakin mendesak, Prof. Dwi Andreas Santosa menekankan perlunya perhatian serius dari pemerintah dalam mengatasi wabah ini. Keputusan yang tepat akan memastikan keberlangsungan sektor peternakan dan melindungi kesehatan masyarakat, yang merupakan aspek penting dalam upaya mencapai pangan yang berkelanjutan dan aman di Indonesia.