Media Lebanon melaporkan bahwa Israel kembali melanggar kesepakatan gencatan senjata yang telah disepakati. Pada hari Senin, 27 Januari 2025, terdapat enam pelanggaran baru oleh tentara Israel yang menambah ketegangan di wilayah konflik tersebut. Kejadian ini terjadi hanya satu hari setelah insiden tragis yang menewaskan 24 orang akibat tindakan tentara Israel yang menembaki warga sipil di Lebanon selatan.
Salah satu pelanggaran yang dilaporkan adalah penjatuhan granat oleh drone Israel di kota Bani Haiyyan, yang melukai satu orang. Selain itu, drone yang berbeda juga dijadwalkan untuk menjatuhkan bom pada saat tim konstruksi sedang bekerja di kota tersebut, yang kembali menyebabkan cedera. Menurut informasi dari Kementerian Kesehatan Lebanon, dua korban luka baru ditemukan akibat serangan ini.
Sebagai bagian dari serangkaian pelanggaran, tentara Israel juga menangkap seorang warga Lebanon di kota Wazzani dan terus menembaki arah penduduk setempat. Tindakan ini menciptakan kembali suasana ketakutan di kalangan warga sipil Lebanon, yang selama ini berusaha menjalani kehidupan sehari-hari meski dalam kedamaian yang rapuh.
Ketegangan yang meningkat ini semakin diperparah dengan pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan oleh Pasukan Pertahanan Israel (IDF) terhadap pasukan Lebanon yang dikerahkan di daerah yang berbatasan. Sumber menegaskan bahwa tentara Israel menembaki tentara Lebanon di sebelah barat Meiss El-Jabal, mengindikasikan bahwa konflik tidak hanya terjadi di tingkat sipil tetapi juga melibatkan pihak militer.
Lebih lanjut, laporan mencatat keberadaan drone Israel yang terbang rendah di atas kota Tyre dan tindakan menembaki penduduk di kota Zahajra. Kejadian-kejadian ini menciptakan suasana mencekam bagi penduduk lokal, meskipun tidak ada korban jiwa yang dilaporkan pada insiden ini.
Pelanggaran terbaru ini terjadi setelah Israel gagal menarik pasukannya dari Lebanon selatan sesuai dengan kesepakatan gencatan senjata yang berakhir pada 27 November 2024. Kesepakatan tersebut seharusnya mengakhiri periode baku tembak antara Israel dan kelompok militan Hezbollah yang telah berlangsung sejak 8 Oktober 2023. Sejak serangan awal tersebut, Kementerian Kesehatan Lebanon mencatat bahwa lebih dari 4.080 orang, termasuk wanita, anak-anak, dan pekerja kesehatan, telah tewas, dengan lebih dari 16.753 lainnya terluka.
Otoritas Lebanon mengonfirmasi bahwa sejak konflik dimulai, Israel telah melakukan lebih dari 660 pelanggaran terhadap kesepakatan gencatan senjata. Berdasarkan ketentuan yang ada, Israel seharusnya menarik pasukannya ke selatan “Garis Biru”, perbatasan de facto antara kedua negara. Namun, dengan pelanggaran yang terus terjadi, situasi ini menunjukkan bahwa konflik kemungkinan besar akan terus berlanjut.
Negara-negara besar seperti Amerika Serikat merasa perlu menengahi setelah ketegangan yang merusak stabilitas di wilayah tersebut. Gedung Putih sebelumnya mengumumkan bahwa Israel dan Lebanon setuju untuk memperpanjang batas waktu penarikan tentara Israel hingga 18 Februari. Namun, dengan kondisi yang terus memburuk dan pelanggaran yang berulang, harapan akan terciptanya perdamaian tampak semakin tipis.
Dari semua insiden yang terjadi, terungkap bahwa gencatan senjata yang sebelumnya dianggap sebagai langkah positif saat itu kini menghadapi tantangan signifikan. Kehidupan warga sipil di Lebanon selatan terancam oleh tindakan militer yang terus menerus, menciptakan suasana ketidakpastian dan ketakutan di kalangan penduduk yang ingin menjalani kehidupan normal.