Dinas Koperasi Perindustrian dan Perdagangan (Diskopindag) Kabupaten Sampang, Jawa Timur, mengkonfirmasi bahwa tidak ada penyelewengan dalam distribusi pupuk bersubsidi yang menyebabkan harga jual melebihi Harga Eceran Tertinggi (HET) yang ditetapkan pemerintah. Hal ini disampaikan oleh Kepala Diskopindag Sampang, Chairijah, atau yang akrab disapa Qori, pada Jumat lalu. Menurutnya, pemantauan yang telah dilakukan menunjukkan bahwa distribusi pupuk bersubsidi berjalan sesuai prosedur yang ditetapkan.
“Distribusi pupuk bersubsidi sejauh ini berjalan sesuai dengan prosedur yang ditetapkan oleh pemerintah. Jika ada petani yang membeli pupuk bersubsidi dengan harga di atas HET, kemungkinan besar mereka tidak membeli langsung dari kios pupuk,” ungkapnya. Ia menekankan bahwa mekanisme distribusi pupuk bersubsidi di wilayah tersebut sudah terpantau dengan baik menggunakan aplikasi terbaru yang dikenal sebagai I-Pubers.
Aplikasi ini dikembangkan oleh Kementerian Pertanian bersama PT Pupuk Indonesia dan bertujuan untuk mempermudah penyaluran pupuk bersubsidi di seluruh daerah. “I-Pubers berbasis pada Nomor Induk Kependudukan (NIK) yang dimiliki petani. Dengan menggunakan aplikasi ini, petani tidak lagi memerlukan kartu tani untuk memperoleh pupuk bersubsidi; cukup dengan KTP elektronik,” jelas Chairijah.
Dengan adanya I-Pubers, ia berharap para petani tidak merasa khawatir akan sulitnya mendapatkan pupuk bersubsidi. “Pemerintah menjamin ketersediaan pupuk bersubsidi. Jika ada petani yang mengalami kesulitan, mereka dapat menghubungi Dinas Pertanian setempat yang akan berkoordinasi dengan pihak distributor dan kelompok tani,” tambahnya.
Namun, isu mengenai harga pupuk yang melampaui HET masih menjadi perdebatan. Dalam pemantauan yang dilakukan, harga HET untuk pupuk bersubsidi di Sampang adalah sebagai berikut:
– Pupuk Urea: Rp2.250 per kilogram
– NPK PHONSKA: Rp2.300 per kilogram
– NPK KAKAO: Rp3.300 per kilogram
– Pupuk Organik: Rp800 per kilogram
“Harga-harga ini berlaku jika petani mengambil sendiri pupuk dari kios. Jika harga yang dikenakan berbeda atau melebihi HET, itu mungkin disebabkan oleh pengambilan yang tidak dilakukan langsung oleh petani,” paparnya.
Isu ini kembali mencuat setelah sejumlah masyarakat mengajukan keluhan kepada DPRD Kabupaten Sampang terkait harga pupuk bersubsidi yang lebih tinggi dari HET. Sebagai respons, mahasiswa dari Aliansi Badan Eksekutif Sampang juga menggelar unjuk rasa menuntut kejelasan tentang harga pupuk bersubsidi di wilayah tersebut.
Chairijah menjelaskan bahwa pemerintah terus berupaya mendukung petani dengan menyediakan kemudahan akses terhadap pupuk bersubsidi. “Dengan adanya kerja sama antara pemerintah dan para petani, diharapkan semua petani dapat terlayani dengan baik dalam hal ketersediaan pupuk bersubsidi,” ujarnya.
Berkat penerapan teknologi dan pemantauan yang lebih ketat, pemerintah berharap dapat mengurangi penyelewengan yang seringkali menjadi kendala dalam distribusi pupuk bersubsidi. Pemantauan langsung yang dilakukan oleh pihak terkait kini lebih mudah dilakukan berkat aplikasi I-Pubers, yang juga telah mempercepat proses verifikasi dan akurasi data.
Ke depannya, diharapkan semua pihak bisa berkolaborasi untuk memastikan bahwa petani mendapatkan pupuk sesuai dengan harga yang telah ditentukan pemerintah. Jika tantangan harga pupuk bersubsidi terus berlanjut, diperlukan langkah-langkah nyata untuk memastikan keadilan bagi para petani, agar mereka tidak terbebani oleh harga yang tidak wajar.