Teknologi reproduksi terus berkembang untuk memberikan solusi bagi pasangan yang mengalami kesulitan dalam memiliki anak. Salah satu inovasi terbaru yang muncul adalah In Vitro Maturation (IVM), metode yang dianggap lebih nyaman bagi banyak pasangan dibandingkan prosedur bayi tabung konvensional atau In Vitro Fertilization (IVF). Menurut Dr. Malvin Emeraldi, SpOG, Subsp.FER(K), spesialis fertilitas dari Universitas Indonesia, IVM menawarkan keunggulan signifikan, terutama bagi pasien dengan risiko tinggi terhadap efek samping stimulasi hormon, seperti wanita dengan sindrom ovarium polikistik (PCOS).
Bagaimana proses IVM bekerja? Dalam prosedur IVM, dokter akan mengambil oosit atau sel telur yang belum matang dari ovarium tanpa melakukan stimulasi hormon berlebih. Sel telur tersebut kemudian dimatangkan di laboratorium sebelum akhirnya dibuahi dengan sperma. Beberapa keuntungan dari IVM antara lain:
-
Minim Stimulasi Hormon: Prosedur ini mengurangi kebutuhan akan obat hormonal yang sering kali diperlukan dalam IVF, sehingga lebih nyaman bagi pasien.
-
Risiko Efek Samping Lebih Rendah: Dengan mengurangi stimulasi hormon, risiko terjadinya Ovarian Hyperstimulation Syndrome (OHSS) juga diminimalkan.
- Prosedur Sederhana dan Terjangkau: IVM lebih efisien dalam hal biaya dan waktu, karena mengurangi jumlah kunjungan medis yang diperlukan.
Meskipun IVM menawarkan berbagai keuntungan, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan. Saat ini, tingkat keberhasilan IVM masih lebih rendah dibandingkan dengan IVF. Sedangkan IVF memiliki tingkat keberhasilan sekitar 40-50%, IVM berada di angka 20-35%. Ini menjadi pertimbangan ketika pasangan harus memilih metode yang paling sesuai untuk situasi mereka.
Masa depan IVM terlihat semakin cerah dengan adanya inovasi terbaru seperti CAPA-IVM, yang dirancang untuk meningkatkan keberhasilan pematangan sel telur dan kualitas embrio. Teknologi IVM sendiri pertama kali diteliti pada tahun 1930-an oleh Gregory Pincus, dan bayi pertama hasil pematangan in vitro lahir di Korea Selatan pada tahun 1991. Saat ini, IVM mulai diterapkan di Indonesia, salah satunya melalui Morula IVF Indonesia, yang menjadi salah satu pionir dalam pengembangan teknologi ini.
Komitmen Morula IVF Indonesia dalam menerapkan IVM memberikan harapan baru bagi pasangan yang menginginkan kehamilan tanpa harus melalui prosedur yang kompleks dan menyakitkan. Dengan kemajuan teknologi ini, banyak pasangan kini dapat mempertimbangkan IVM sebagai alternatif pilihan, terutama bagi mereka yang memiliki batasan atau risiko tertentu.
Secara keseluruhan, teknologi IVM menunjukkan potensi besar sebagai solusi terhadap tantangan kesuburan. Meskipun tingkat keberhasilannya saat ini masih perlu ditingkatkan, kemudahan dan kenyamanan yang ditawarkan bisa memberikan pilihan yang lebih fleksibel bagi pasangan yang ingin memiliki keturunan. Dengan dukungan berkelanjutan dalam penelitian dan pengembangan metode ini, IVM berpotensi menjadi pilihan yang lebih umum di masa depan.