Januari 2025 Cetak Rekor: Bulan Terpanas Sepanjang Sejarah!

Para ilmuwan iklim mengumumkan bahwa Januari 2025 telah tercatat sebagai bulan terpanas dalam sejarah pencatatan suhu global. Suhu rata-rata permukaan bumi mencapai 55,81 derajat Fahrenheit (13,23 derajat Celsius), sebuah kenaikan ringan dari rekor sebelumnya yaitu 55,65 F (13,14 C) yang tercatat pada Januari 2024. Kenaikan suhu ini terjadi meskipun adanya pola La Niña yang biasanya membawa suhu lebih dingin di Pasifik dan memberikan dampak pendinginan di beberapa wilayah, terutama di Amerika Serikat.

Fenomena La Niña sendiri merupakan bagian dari siklus iklim alami yang lebih luas yang dikenal sebagai El Niño-Southern Oscillation (ENSO). Sementara El Niño meningkatkan suhu global, fase La Niña berfungsi sebaliknya dengan menurunkan suhu. Namun, perubahan iklim yang dipicu oleh aktivitas manusia tampaknya mengalahkan efek La Niña pada suhu global pada bulan ini. Pengamatan menunjukkan bahwa La Niña saat ini tergolong lebih lemah dan berlangsung lebih lama dari yang diperkirakan, menyebabkan suhu yang lebih tinggi dari rata-rata.

Dalam sepekan ini, beberapa data menunjukkan bahwa meskipun AS mengalami suhu dingin pada bulan Januari, dengan badai salju melanda area pantai timur dan selatan, kondisi kering di California Selatan justru berkontribusi pada kebakaran hutan yang menghancurkan hutan di Los Angeles. Berbagai laporan dari program Copernicus memperlihatkan bahwa meskipun ada beberapa wilayah yang merasakan suhu lebih rendah, bagian-bagian lain seperti Minnesota mencatatkan suhu yang melebihi rekor sebelumnya. Secara keseluruhan, suhu di bagian utara Alaska mencatatkan panas 5 derajat Fahrenheit (2,8 derajat Celsius) di atas rata-rata.

Kondisi serupa juga terlihat di Australia, yang menghadapi gelombang panas yang ekstrem. Di belahan dunia lainnya, Amerika Selatan bagian selatan, sebagian Afrika, Antartika, Siberia, dan banyak kawasan di Eropa juga merasakan suhu yang lebih tinggi dari biasanya. Keadaan ini menunjukkan bahwa meskipun ada variasi panas dan dingin di berbagai daerah, tren pemanasan global terus berlanjut tanpa henti.

Penyebab utama dari fenomena ini, menurut laporan PBB, adalah pelepasan gas rumah kaca ke atmosfer, yang berasal dari pembakaran bahan bakar fosil. Karbon dioksida (CO₂), metana (CH₄), dan gas rumah kaca lainnya terperangkap di atmosfer, mencegah panas keluar dan mengakibatkan pemanasan planet bumi.

Menurut Samantha Burgess, pemimpin strategis iklim di Pusat Prakiraan Cuaca Jangka Menengah Eropa, situasi Januari 2025 merupakan peringatan akan pentingnya perubahan iklim. “Januari 2025 adalah bulan yang mengejutkan, melanjutkan rekor suhu yang diamati selama dua tahun terakhir, meskipun terjadi perkembangan kondisi La Niña,” ujarnya. Ia menekankan bahwa meskipun suhu rata-rata global menunjukkan tren peningkatan, dampak spesifik dapat bervariasi di seluruh dunia.

Dampak dari pemanasan global semakin nyata terlihat, dengan dampak cuaca ekstrem seperti kebakaran hutan, peningkatan permukaan air laut yang mengancam daerah pesisir, dan penurunan kapasitas lahan pertanian yang mempengaruhi ketahanan pangan. Perubahan iklim yang tidak terkendali berpotensi menyebabkan banyak spesies fauna dan flora punah, serta mengancam miliaran orang yang bergantung pada stabilitas iklim untuk kelangsungan hidup mereka.

Dalam konteks ini, pentingnya kesepakatan global seperti Perjanjian Paris tahun 2015 semakin mendesak untuk ditegakkan. Para pemimpin dunia telah berkomitmen untuk membatasi pemanasan global hingga di bawah 2,7 derajat Fahrenheit dan berusaha keras untuk menjaga suhu di bawah 3,6 derajat Fahrenheit. Dengan trend pemanasan yang terus meningkat, pencapaian target-target ini menjadi semakin menantang. Pemahaman dan tindakan kolektif dari semua pihak sangat dibutuhkan untuk menjaga bumi agar tetap layak huni untuk generasi mendatang.

Exit mobile version