Kebocoran Data Picu Pemblokiran Massal DeepSeek oleh Ratusan Perusahaan

Senin, 3 Februari 2025, menjadi momen penting dalam dunia teknologi siber, di mana ratusan perusahaan dan lembaga pemerintah di seluruh dunia melayangkan permohonan pemblokiran aplikasi DeepSeek. Keputusan ini muncul setelah kekhawatiran mendalam mengenai potensi kebocoran data yang dapat merugikan banyak pihak, khususnya terkait dengan informasi pengguna yang dapat jatuh ke tangan pemerintah China.

DeepSeek, aplikasi berbasis kecerdasan buatan (AI) asal China yang disebut-sebut sebagai pesaing ChatGPT, telah menarik perhatian global berkat kemampuannya dalam menganalisis berkas, menjawab berbagai pertanyaan, serta memberikan informasi dari berbagai sumber di internet. Sayangnya, reputasinya yang sedang meningkat ini kini terancam oleh isu keamanan data.

Nadir Izrael, kepala bagian teknologi di Armis Inc., sebuah perusahaan keamanan siber terkemuka di Amerika Serikat, menjelaskan bahwa sekitar 70 persen klien mereka, banyak di antaranya berasal dari instansi pemerintah, mengajukan permohonan untuk memblokir DeepSeek. Sejalan dengan itu, Ray Canzanese, direktur laboratorium ancaman di Netskope Inc., mengungkapkan bahwa 52 persen klien mereka juga merasa perlu untuk membatasi akses ke aplikasi tersebut.

Salah satu poin utama yang memicu kekhawatiran adalah pengakuan dari DeepSeek yang menyatakan bahwa mereka menyimpan data pengguna di server yang terletak di China. Ini menimbulkan pertanyaan besar tentang keamanan data dan privasi pengguna. Izrael mengatakan, “Kekhawatiran terbesar adalah potensi kebocoran data model AI ke pemerintah China. Anda tidak tahu ke mana informasi Anda pergi.”

Kekhawatiran ini semakin diperburuk dengan pujian yang diterima DeepSeek dari tokoh-tokoh penting dalam dunia teknologi, seperti Marc Andreessen, yang mengaitkan keberhasilan aplikasi tersebut dengan kemampuannya dalam menyaingi ChatGPT. Pujian ini telah mendorong popularitas DeepSeek sampai pada tingkat unduhan yang mengesankan di Apple Store. Namun, di balik kesuksesan ini, bahaya tersembunyi dari kebocoran data terus menghantui.

Meskipun aplikasi ini menawarkan berbagai fitur menarik, termasuk kemampuan untuk mengunggah berkas dan menyinkronkan riwayat obrolan di berbagai perangkat, para pemimpin perusahaan dan pemerintah tampaknya lebih memilih untuk menjaga informasi sensitive dari segala kemungkinan kebocoran. Pihak DeepSeek sendiri belum memberikan komentar resmi tentang keputusan pemblokiran massal ini.

Ada beberapa faktor yang menyebabkan banyaknya permohonan pemblokiran DeepSeek:

  1. Keamanan Data: Terpergoknya pengumpulan dan penyimpanan data di server China menjadi fokus utama dari kekhawatiran ini.
  2. Kepercayaan Publik: Kehilangan kepercayaan dari pengguna dapat berdampak signifikan terhadap keberlanjutan aplikasi ini.
  3. Dukungan Terbatas dari Pihak DeepSeek: Kurangnya komunikasi dan penjelasan dari pihak pengembang memperburuk situasi.

Meskipun banyak perusahaan merasa perlu untuk bertindak segera, keberadaan DeepSeek di pasar aplikasi AI tampaknya masih kuat. Dengan target mencapai 300 juta pengguna mingguan untuk mengalahkan ChatGPT, DeepSeek dihadapkan pada tantangan besar untuk mempertahankan popularitasnya sambil tetap memenuhi standar keamanan yang diharapkan.

Dengan situasi ini, industri teknologi siber sedang diperhadapkan pada dilematis: antara inovasi yang dapat membawa banyak manfaat dan kebutuhan mendesak untuk melindungi data pribadi.

Sekalipun DeepSeek memiliki potensi yang besar dalam dunia AI dan chatbot, masa depannya sekarang tergantung pada seberapa cepat mereka dapat meyakinkan dunia akan keamanan data yang mereka kelola. Seiring berjalannya waktu, akan menarik untuk melihat bagaimana perubahan kebijakan dan upaya mitigasi risiko ini diterapkan agar kepercayaan pengguna dapat pulih kembali.

Exit mobile version