Pemerintah Indonesia terus berkomitmen memperkuat kolaborasi dalam pengelolaan pertanahan dan tata ruang. Hal ini tampak dari penandatanganan Nota Kesepahaman yang melibatkan Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) dengan empat kementerian dan lembaga (K/L) lainnya. Penandatanganan yang dilakukan pada Senin, 17 Maret 2025, di Jakarta ini mencakup Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Kementerian Kehutanan, Kementerian Transmigrasi, dan Badan Informasi Geospasial (BIG).
Menteri ATR/Kepala BPN, Nusron Wahid, menjelaskan bahwa sinergi ini bertujuan untuk menangani berbagai masalah yang berkaitan dengan pertanahan dan tata ruang secara lebih efektif. Menurut Nusron, kolaborasi ini penting mengingat tantangan yang dihadapi saat ini memerlukan koordinasi lintas sektor, terutama dengan pemerintah daerah. "Dengan adanya kerja sama kolaborasi ini, insya Allah masalah satu-satu akan bisa kita uraikan," ujarnya usai acara penandatanganan.
Dalam pernyataannya, Nusron juga mencakup tiga permasalahan utama yang akan menjadi fokus kerja sama ini, yaitu:
- Reforma Agraria – Proses yang bertujuan untuk menata ulang kepemilikan dan pemanfaatan lahan secara lebih adil.
- Pengadaan Tanah untuk Proyek Strategis Nasional – Di mana kepala daerah memiliki peran penting dalam penetapan lokasi (Penlok).
- Perencanaan dan Pengelolaan Tata Ruang – Mendesak untuk memastikan penggunaan ruang yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan lingkungan.
Proyek besar yang turut didanai oleh Bank Dunia, yaitu ILASPP (Integrated Land Administration and Spatial Planning Project), awalnya hanya melibatkan tiga kementerian: ATR/BPN, Kemendagri terkait tapal batas desa, dan BIG. Namun, seiring dengan perkembangan proyek, dua kementerian lain turut dilibatkan untuk mengatasi isu yang berkaitan dengan hutan dan transmigrasi.
Mendagri, Muhammad Tito Karnavian, juga menekankan pentingnya perencanaan tata ruang yang baik untuk mendukung program-program pemerintah dan meningkatkan kepastian bagi dunia usaha. Dia menunjukkan bahwa berbagai masalah belum sepenuhnya teratasi, terutama terkait dengan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) dan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR). "RTRW dan RDTR ini sangat krusial, karena berhubungan langsung dengan ruang hijau, permukiman, komersial, serta kepentingan nasional seperti program transmigrasi," ungkapnya.
Menanggapi nota kesepahaman ini, Menteri Transmigrasi, M. Iftitah Sulaiman Suryanagara, menghargai inisiatif tersebut dan menganggapnya penting untuk menyelesaikan berbagai persoalan transmigrasi yang dihadapi. "Masalah utama dalam transmigrasi adalah kepemilikan lahan, legalitas hak, konflik agraria, serta ketidaksesuaian tata ruang," katanya.
Ruang lingkup kerja sama yang tercakup dalam nota kesepahaman ini mencakup beberapa aspek penting, yaitu:
- Percepatan pendaftaran tanah aset di areal penggunaan lain.
- Pencegahan dan penanganan masalah agraria/pertanahan serta tata ruang.
- Dukungan terhadap pelaksanaan program strategis nasional.
- Penyelenggaraan pengadaan tanah untuk kepentingan umum.
- Percepatan penyelesaian rencana tata ruang.
- Pengendalian pemanfaatan ruang.
- Pertukaran dan pemanfaatan data.
Dengan adanya nota kesepahaman ini, diharapkan semua pihak yang terlibat dapat saling mendukung dalam memperbaiki tata kelola pertanahan dan tata ruang di Indonesia. Hal ini tidak hanya bermanfaat bagi pemerintah, tetapi juga memberikan kepastian bagi masyarakat dan sektor swasta dalam menjalankan aktivitas mereka.