Arbain mengisahkan, kenangan bersama Jakob Oetama membentang sepanjang hampir 30 tahun pengabdiannya di Kompas. Baginya, Jakob Oetama ialah sosok panutan yang tidak saja mengayomi, tetapi juga memiliki kearifan dan jiwa sosial yang sangat tinggi.
"Pak Jakob itu bukan cuma bos koran, dia benar-benar wartawan, tulisannya bagus. Saya simpan disket yang berisi tulisan-tulisannya. Dan, siapa pun yang minta tolong, kalau soal materi, selama dia punya pasti dia kasih." pujinya.
Arbain menceritakan secara lengkap momen-momen penting kebersamaannya dengan tokoh pers nasional itu saat berbincang dengan saya dalam program Diksi (Diskusi dan Refleksi) yang tayang di kanal Youtube Media Indonesia. Di samping itu, ia juga menyampaikan berbagai pandangan tentang fotografi yang melambungkan namanya. (Hariyanto)
Arbain Rambey memberikan formula agar seorang fotografer berpeluang memenangi lomba foto.
Menurut Arbain, rumus menjadi juara lomba foto ada tiga, yaitu: bagus, indah, dan menarik. Ingin tahu apa maksud dari rumus tersebut? Simak penuturannya.
Arbain Rambey sejak belia menyukai hal-hal yang bertemali dengan fotografi. Saat kelas 1 SMP pada 1974 ia sudah mampu mencuci cetak foto. Tiga tahun kemudian, 17 Agustus 1977, berbekal kamera pinjaman Arbain pertama kali memotret. Setelah itu, pada 1978 ia membeli kamera Ricoh 500GX. Kamera itulah yang menemani petualangannya bersama seorang kawan naik sepeda motor dari Jakarta ke Larantuka, NTT, pulang pergi selama 26 hari. Bagi Arbain, fotografi bukan sekadar memberinya kehidupan, tetapi juga menghubungkan dan menguak sisi-sisi lain kehidupan.
Arbain mengisahkan, kenangan bersama Jakob Oetama membentang sepanjang hampir 30 tahun pengabdiannya di Kompas. Baginya, Jakob Oetama ialah sosok panutan yang tidak saja mengayomi, tetapi juga memiliki kearifan dan jiwa sosial yang sangat tinggi.
"Pak Jakob itu bukan cuma bos koran, dia benar-benar wartawan, tulisannya bagus. Saya simpan disket yang berisi tulisan-tulisannya. Dan, siapa pun yang minta tolong, kalau soal materi, selama dia punya pasti dia kasih." pujinya.
Arbain menceritakan secara lengkap momen-momen penting kebersamaannya dengan tokoh pers nasional itu saat berbincang dengan saya dalam program Diksi (Diskusi dan Refleksi) yang tayang di kanal Youtube Media Indonesia. Di samping itu, ia juga menyampaikan berbagai pandangan tentang fotografi yang melambungkan namanya. (Hariyanto)
Ingin tahu mengapa Empu Ageng Oscar Motuloh hingga kini tidak memiliki akun media sosial atau mengapa ia tidak menikah, juga selalu mengenakan pakaian yang tidak disetrika? Pada episode tiga, Oscar Motuloh menjawab semua kalimat tanya yang menjadi rahasia dan memberi argumentasi beragam anomali. Selain itu, ia juga mengisahkan peran seorang ibu dan sahabat dalam kehidupannya.
Sejarah bukanlah risalah rekaan masa silam. Ia bukan khayalan, melainkan kumpulan kenyataan.Bagi Oscar Motuloh, wartawan foto harus bisa mengabadikan kapan peristiwa itu jadi sejarah. Karena sejarah bukan hanya jejak, tetapi juga landasan berpijak. Selain memberi berbagai perspektif mengenai fotografi jurnalistik, pada episode ini Oscar juga berkisah tentang seorang satpam yang ia nilai sebagai orang yang paling berjasa dalam kariernya.
Mengabdi pada institusi pasti memiliki limitasi. Bertemu ujung ketika usia pensiun. Namun, pengabdian pada profesi tak mengenal kata usai. Ia akan selalu hidup selagi kaki kuat menopang, semasih tangan mampu menggapai. Itulah teladan dari Empu Ageng Fotografi Jurnalistik Indonesia Oscar Motuloh. Purnabakti dari Lembaga Kantor Berita Nasional Antara pada September 2019 lalu, setelah berdedikasi sejak 1988, tidak mengurangi kiprahnya di jagat fotografi. Hingga kini, menebar ilmu dalam berbagai forum fotografi terus ia lakoni.Oscar Motuloh mengisahkan secara lengkap perjalanan karier, pemikirannya terhadap jurnalisme, dan rahasia-rahasia hidupnya dalam tiga episode program Diksi (Diskusi dan Refleksi) di Youtube Media Indonesia yang dipandu oleh jurnalis foto Media Indonesia Hariyanto.