Para ilmuwan baru-baru ini mengungkapkan hasil penelitian yang mengejutkan terkait makam Raja Ghezo, penguasa kejam dari kerajaan Dahomey di Afrika Barat, yang memerintah dari tahun 1818 hingga 1858. Hasil penelitian yang dipublikasikan dalam jurnal Proteomic ini menunjukkan bahwa makamnya mungkin mengandung darah dari 41 korban pengorbanan manusia, sebuah praktik yang dianggap ekstrem bahkan di antara para pemimpin sejarah lainnya.
Raja Ghezo dikenal karena tiraninya yang sangat kejam. Ia memimpin dengan tangan besi, menggunakan kekuatan militer untuk mengalahkan musuh-musuhnya dan menjaga kekuasaan. Mekanisme kekuasaan yang diterapkannya tidak mengenal ampun; dianggap demikian kejam sehingga “lorong menuju gubuknya dipenuhi tengkorak dan tulang rahang musuh yang kalah.” Bahkan, singgasananya didukung oleh tengkorak empat pemimpin musuh, menciptakan aura menakutkan di sekelilingnya.
Ironisnya, catatan resmi menyebutkan bahwa Ghezo meninggal dengan tenang di rumahnya. Namun, penemuan di makamnya menunjukkan bahwa ia tidak sepenuhnya terpisah dari kebrutalan yang telah menjadi ciri khas kepemimpinannya. Sebelum meninggal, Ghezo memerintahkan pembangunan dua gubuk pemakaman yang bersebelahan untuk menghormati ayahnya, Adandozan. Selama bertahun-tahun, rumor mengenai penggunaan darah para korban dalam pembangunan makam ini beredar, dan kini penelitian telah mengonfirmasi kebenarannya.
Penelitian ini dilakukan oleh tim ilmuwan dari Prancis dan Benin yang menganalisis mortar yang digunakan dalam pembuatan dinding makam. Mereka menggunakan teknik spektrometri massa tandem resolusi tinggi untuk mendeteksi kandungan protein dalam mortar, yang menghasilkan penemuan hemoglobin dan imunoglobulin dari manusia dan ayam. Penelitian ini menunjukkan bahwa darah manusia yang mungkin diambil dari tawanan perang atau budak digunakan sebagai bagian dari proses konstruksi makam, sebuah praktik yang terhubung dengan kepercayaan voodoo yang dipegang oleh masyarakat Dahomey.
Dalam budaya Dahomey, kematian dianggap sebagai perubahan keadaan, bukan akhir dari eksistensi. Penghandalan unsur-unsur mistik seperti doa, air suci, dan darah musuh memiliki makna penting untuk melindungi “sisa-sisa esensi halus dari mendiang raja.” Peneliti mencatat bahwa angka 41 memiliki nilai suci dalam voodoo, sehingga besar kemungkinan para korban itu dikorbankan dalam upacara untuk melindungi jenazah Ghezo, menambah kompleksitas ritual yang dilakukan setelah kematiannya.
Melalui analisis lebih lanjut, para ilmuwan berharap dapat mengidentifikasi lebih banyak informasi mengenai jumlah individu yang dijadikan korban dalam ritual-ritual ini. Dalam tradisi kerajaan Dahomey, ritual “Adat Istiadat Agung” sering diadakan, di mana jumlah korban dapat mencapai 500, dan meningkatkan keyakinan bahwa darah di lesung makam mungkin berasal dari salah satu upacara tersebut.
Makam Raja Ghezo tidak hanya menjadi simbol kekuasaan yang brutal, tetapi juga menjadi saksi bisu dari praktik-praktik budaya yang mengerikan di masa lalu. Istana Kerajaan Abomey yang kini menjadi situs Warisan Dunia UNESCO menyimpan banyak cerita dan tradisi yang terkait dengan kedudukan Raja-raja Dahomey. Dengan penguatan argumen historis melalui penelitian ini, gambaran mengenai Raja Ghezo dan kekuasaannya semakin dalam, mengulangi pesan tentang bagaimana kekuasaan sering kali membawa beban moral yang berat, dengan sejarah yang dikelilingi oleh kegelapan.
Penelitian ini membuka peluang untuk mengeksplorasi lebih lanjut hubungan antara kekuasaan, ritual, dan budaya dalam konteks sejarah yang lebih luas, sekaligus menggambarkan bagaimana sejarawan dan ilmuwan bisa menyatukan hasil penelitian ilmiah dengan pemahaman yang lebih dalam mengenai tradisi dan nilai-nilai di masyarakat yang terpinggirkan dalam catatan sejarah.