MAKI Ungkap Anomali Persepsi Masyarakat atas Citra Penegak Hukum

Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI), Boyamin Saiman, mengungkapkan bahwa terdapat anomali dalam persepsi masyarakat mengenai citra penegak hukum setelah dirilisnya hasil survei terbaru oleh Litbang Kompas. Survei tersebut menunjukkan bahwa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memperoleh citra tertinggi dengan skor 72,6 persen pada Januari 2025, meningkat signifikan dari 60,9 persen pada September 2024. Sebagai perbandingan, citra positif Kejaksaan Agung berada di 70 persen, sementara Polri di 65,7 persen.

Dalam pemaparannya, Boyamin mencatat bahwa meskipun KPK memperoleh citra yang lebih tinggi, banyak faktor yang justru menciptakan kesenjangan antara persepsi masyarakat dan realitas kinerja lembaga tersebut. Ia menyebutkan bahwa Kejaksaan Agung, meskipun jarang melakukan operasi tangkap tangan (OTT), berhasil melakukan penangkapan besar yang mengungkap penyimpangan signifikan, seperti dalam kasus mantan pejabat Mahkamah Agung Ricar Zarof yang melibatkan uang hampir Rp1 triliun.

Dalam analisisnya, Boyamin menyatakan, “Padahal, jika membandingkan prestasi dari ketiga lembaga terdapat juga anomali. Kejaksaan Agung melakukan banyak terobosan dan menyelesaikan kasus-kasus besar, seperti kasus korupsi di perusahaan pelat merah, yang tidak terlihat dalam hasil survei ini.”

Adapun Polri, walaupun berada di posisi terakhir, berhasil mengawal dan mengamankan pemilu dengan baik, termasuk Pilkada Serentak baru-baru ini dan mampu merespons perkara-perkara viral di masyarakat. Hal ini menunjukkan kapabilitas Polri dalam beberapa aspek, meskipun citra mereka kurang bersinar dalam survei umum.

Di sisi lain, Boyamin mengkritisi KPK yang masih terjebak dalam isu-isu lama dan belum menunjukkan prestasi signifikan di bawah kepemimpinan baru. Ia menjelaskan, “KPK masih berkutat pada perkara-perkara kecil, dan belum melaksanakan tugas pencegahan korupsi dengan efektif. Masyarakat pun belum melihat KPK berhasil dalam mensupervisi penegakan hukum di lembaga lain.”

Salah satu sebab peningkatan citra KPK, menurut Boyamin, mungkin berasal dari pengumuman penetapan Hasto Kristiyanto sebagai tersangka dalam kasus Harun Masiku, yang menjadi perhatian publik. Namun, ia menekankan bahwa ini tidak cukup untuk menutupi kegagalan KPK dalam menangani kasus-kasus besar dan mengatasi kebocoran anggaran yang masih tinggi.

Boyamin juga mengungkapkan keprihatinannya atas pandangan publik yang mungkin kurang berdasar, dan berpendapat agar masyarakat lebih cerdas dalam menilai kinerja lembaga penegak hukum. “Sosialisasi yang masif dan edukasi kritis perlu dilakukan agar penilaian terhadap citra penegak hukum lebih obyektif,” katanya.

MAKI, yang selama ini aktif mengawasi dan mengawal kasus-kasus di ketiga lembaga penegak hukum, berharap hasil survei bisa dijadikan acuan untuk meningkatkan kinerja lembaga-lembaga tersebut. “Walaupun hasil survei menunjukkan KPK unggul, itu juga seharusnya menjadi pelecut untuk semua lembaga agar tidak kendor dalam semangat memberantas korupsi dan terus menyerukan transparansi,” tegas Boyamin.

Adanya anomali dalam persepsi ini menunjukkan bahwa masyarakat masih membutuhkan lebih banyak informasi mengenai performa secara keseluruhan dari lembaga-lembaga pemerintahan ini dan pentingnya evaluasi kinerja yang berkesinambungan. Keberadaan MAKI sebagai pengawas independen juga diharapkan dapat menjadi jembatan untuk meningkatkan produktivitas dan kepercayaan publik terhadap penegak hukum di Indonesia.

Exit mobile version